Fredi Moses Ulemlem: Pancasila Tinggal Cerita, Kita Telah Kehilangan Jati Diri Bangsa

Tiakur, Kabarsulsel-Indonesia.com |  Praktisi hukum Fredi Moses Ulemlem, SH., MH., melontarkan kritik tajam terhadap kondisi bangsa Indonesia saat ini yang dinilainya telah mengalami degradasi nilai-nilai kebangsaan.

Dalam sebuah pernyataan reflektif, Fredi menyebut bahwa arus globalisasi yang deras serta mentalitas pragmatis yang mengakar telah menjauhkan bangsa ini dari identitas utamanya: Pancasila.

“Pancasila belum menjadi gaya hidup bangsa ini. Ia sekadar hafalan, bukan pedoman perilaku. Padahal seharusnya, Pancasila dihayati dan diterapkan dalam setiap aspek kehidupan warga negara,” tegas Fredi.

Menurut Fredi, sekalipun Pancasila telah diajarkan di bangku sekolah dan dikukuhkan sebagai dasar negara, namun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari justru minim. Banyak masyarakat yang hanya menghafal lima sila, namun gagal menjadikannya sebagai kompas moral dan etika berbangsa.

Fredi mencontohkan peristiwa intoleransi di Cidahu, Sukabumi, yang menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai kebhinekaan dan kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila kian terabaikan.

Tak hanya intoleransi, perilaku menyimpang seperti korupsi, kolusi, nepotisme, hingga gaya hidup hedonis semakin menggambarkan lemahnya aktualisasi Pancasila dalam kehidupan bernegara.

“Di tengah arus budaya populer dan derasnya informasi di media sosial, nilai-nilai Pancasila tidak lagi menjadi narasi dominan. Kita lebih memilih viralitas daripada nilai. Inilah kegagalan kita sebagai bangsa,” ujarnya.

Kondisi ini, kata Fredi, menunjukkan adanya kesenjangan yang semakin lebar antara idealisme Pancasila dan realitas sosial-politik bangsa. Ketika pejabat publik tak malu lagi korupsi, dan masyarakat kian permisif terhadap pelanggaran etika, maka tak heran bila Pancasila hanya tinggal simbol formalitas—tak bernyawa, tak membumi.

“Kita telah kehilangan identitas kebangsaan kita. Globalisasi dan pragmatisme—yang menekankan keuntungan pribadi ketimbang nilai—telah menggusur semangat gotong royong, keadilan, dan persatuan yang menjadi roh dari Pancasila,” tegas Fredi dengan nada prihatin.

Dalam pandangannya, upaya reaktualisasi nilai-nilai Pancasila harus dimulai dari keteladanan para pemimpin, penguatan pendidikan karakter, dan narasi publik yang memihak pada nilai, bukan sekadar sensasi. Tanpa itu semua, Pancasila akan benar-benar menjadi cerita masa lalu—dikenang, tapi tidak lagi dihayati.

Komentar