Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Pemerintah Kabupaten Fakfak tengah membuka lembaran baru dalam sejarah pengembangan komoditas unggulan daerah. Dengan prospek penambahan lahan sawit seluas 4.700 hektare, Dinas Perkebunan Fakfak memantapkan langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan produksi pabrik pengolahan sawit raksasa yang telah berdiri megah di Bomberay-Tomage.
Plt. Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmoro Jati, ST, MT, menegaskan komitmen tersebut saat membedah dokumen Adendum Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) milik Rimbun Sawit Papua, di Hotel Grand Papua Fakfak, Kamis (24/4/2025).
Menurutnya, dari total Hak Guna Usaha (HGU) seluas 19.880 hektare, baru sekitar 17.593 hektare yang ditanami. Tambahan 4.700 hektare diyakini menjadi solusi penting bagi optimalisasi kapasitas produksi pabrik sawit.
“Pabrik kita mampu mengolah 60 ton tandan buah segar per jam. Tapi kenyataannya, suplai bahan baku belum mencukupi. Ini ancaman bagi keberlanjutan industri sawit di Fakfak,” jelas Widhi.
Dua distrik utama, Bomberay dan Tomage, menjadi tulang punggung pengembangan sawit di Fakfak. Tak hanya itu, kedua wilayah ini disiapkan sebagai episentrum komoditas perkebunan lainnya, termasuk rencana investasi tebu yang mulai dilirik oleh para investor.
Strategi perluasan lahan ini, sambung Widhi, tetap memegang teguh prinsip-prinsip sawit berkelanjutan. Pemerintah daerah menekankan pentingnya penyusunan adendum AMDAL yang mengedepankan kejelasan tata ruang, perlindungan hutan, serta pengakuan atas hak-hak masyarakat adat.
“Kami tidak ingin sawit menjadi ancaman ekologis. Justru kami ingin sawit menjadi katalis kesejahteraan masyarakat, tanpa mengorbankan kelestarian,” ujarnya tegas.
Dengan keberadaan pabrik dan pengembangan kawasan, Fakfak menargetkan untuk keluar dari bayang-bayang ketergantungan fiskal pusat.
“Sawit akan menjadi motor peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Kita ingin sejajar dengan kabupaten-kabupaten penghasil lainnya di Indonesia,” kata Widhi penuh optimisme.
Di balik gagasan perluasan ini, tersimpan harapan besar. Bahwa suatu hari nanti, sawit tak sekadar tumbuh di ladang, tapi juga menjadi akar kuat ekonomi lokal yang menghidupi banyak mulut dan membuka ribuan lapangan kerja.
Fakfak, perlahan namun pasti, sedang menulis takdir barunya. Sebuah daerah yang ingin dikenal bukan hanya karena pala, tetapi juga karena sawit—komoditas strategis yang digarap dengan visi keberlanjutan, keadilan sosial, dan keberpihakan terhadap masyarakat adat.
Jika dikelola dengan bijak, 4.700 hektare bukan sekadar angka. Ia bisa menjelma menjadi masa depan.
Writter : Red | Editor : Red
Komentar