Kaimana, Kabarsulsel-Indonesia.com | Ahmad Matdoan, SH, bersama rekan-rekannya yang selama ini dikenal sebagai kuasa hukum Bupati Kaimana, Fredy Thie, sekaligus staf khusus pemerintahan dan anggota bidang hukum KONI Kabupaten Kaimana, kini terseret dalam dugaan pelanggaran kode etik advokat.
Ahmad Matdoan juga dilaporkan memiliki peran ganda sebagai kontraktor dalam sejumlah proyek yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kaimana, yang menimbulkan kerugian negara hingga lebih dari Rp10 miliar.
Sejak 2020, Matdoan terlibat dalam berbagai proyek daerah, termasuk pembangunan perumahan rakyat di Desa Kufuryai dan Desa Waimesang, serta pembangunan laboratorium di SMA Negeri Yapis Kaimana, masing-masing dengan nilai proyek mendekati Rp1 miliar.
Proyek-proyek ini, yang dikelola oleh dinas terkait, menimbulkan pertanyaan tentang adanya potensi konflik kepentingan serta pelanggaran etika profesional sebagai advokat.
Erwin Farfar, salah satu pengamat hukum menyoroti tumpang tindih peran Ahmad Matdoan sebagai advokat, staf pemerintah daerah, anggota KONI, dan kontraktor pelaksana proyek.
Kombinasi jabatan tersebut dinilai telah menciptakan peluang untuk penyalahgunaan wewenang serta memanfaatkan sumber daya daerah, yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini, dugaan pelanggaran kode etik advokat menjadi semakin mencolok, mengingat kode etik melarang advokat untuk terlibat dalam konflik kepentingan yang merugikan publik.
“Dengan berbagai posisi strategis yang dimiliki, mulai dari staf pemerintahan hingga kontraktor proyek, Ahmad Matdoan berpotensi menikmati pendapatan yang sangat besar. Sementara itu, masyarakat lokal, khususnya anak-anak negeri, terpaksa harus berjuang untuk mendapatkan penghasilan yang layak,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Tidak hanya itu, fasilitas milik pemerintah daerah seperti mobil dinas dan rumah dinas, yang seharusnya diperuntukkan bagi pejabat pemerintah, dilaporkan digunakan oleh Matdoan. Praktik ini semakin mempertegas adanya potensi pelanggaran hukum dalam penggunaan fasilitas negara.
Permasalahan ini juga mendapat sorotan terkait dampaknya terhadap stabilitas keuangan daerah. Anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat diduga terbuang sia-sia, menimbulkan kecemburuan sosial dan berpotensi memicu ketidakstabilan keamanan di wilayah tersebut.
“Ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan daerah ini adalah bentuk nyata dari penyalahgunaan kekuasaan. Aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi Manokwari, harus segera turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan APBD sejak tahun 2020 hingga 2024 di Kabupaten Kaimana,” desak seorang aktivis anti-korupsi setempat.
Masyarakat berharap adanya langkah cepat dan tegas dari pihak berwenang untuk mengusut dugaan ini demi menjaga integritas pemerintah daerah serta memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat luas, bukan segelintir elit penguasa.
Aparat hukum diharapkan segera melakukan investigasi khusus serta audit mendalam terhadap berbagai proyek dan anggaran yang telah digunakan sejak tahun 2020 hingga 2024.
Komentar