Tiakur, Kab. MBD, Kabarsulsel-Indonesia.com | Rapat gabungan Fraksi DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya kembali memanas ketika anggota dewan dari berbagai fraksi mempertanyakan lambannya pembayaran insentif tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di RSUD Tiakur dan Puskesmas di wilayah kabupaten.
Keterlambatan yang mencapai tiga hingga enam bulan tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakadilan dan kelalaian dalam pengelolaan anggaran yang sudah mencapai ratusan miliar rupiah.
Agus Dadiara dari Fraksi Demokrat menyampaikan kritik keras terkait nasib para tenaga kesehatan yang sudah bekerja maksimal, namun hak insentif mereka terus dipersulit.
“Ini tidak sekadar soal keterlambatan administratif, tetapi soal kemanusiaan. Mereka bekerja untuk masyarakat dan negara, tetapi hak mereka justru terabaikan. Bagaimana kita bisa bicara soal moral jika hak-hak dasar tenaga kesehatan kita diperlakukan seperti ini?” tegas Agus dengan nada tinggi, mempertanyakan tanggung jawab moral pemerintah daerah.
Sementara itu, Fraksi Hanura melalui juru bicaranya, Anita Baker, mempertanyakan alokasi anggaran lebih dari Rp200 miliar untuk sektor kesehatan yang ternyata tidak mampu menjamin pelayanan yang layak.
“Anggaran sebesar ini disiapkan untuk apa, jika pelayanan kepada tenaga kesehatan justru terabaikan? Ini adalah sebuah ironi besar. Ada uang, tapi nakes kita harus menunggu hingga setengah tahun untuk menerima hak mereka,” tandas Anita.
Ia menekankan bahwa persoalan ini bukan sekadar administratif, tetapi juga terkait profesionalisme dan integritas pemerintah daerah.
Manajemen Dinas Kesehatan Dipertanyakan
Kritik lebih tajam dilayangkan oleh Ketua Komisi C, Frits Pera, yang mempertanyakan kinerja Kepala Dinas Kesehatan terkait keterlambatan insentif serta buruknya manajemen pelayanan kesehatan di wilayah itu.
“Kita mendengar langsung keluhan dari para nakes, ini bukan laporan biasa. Apa sebenarnya yang terjadi di Dinas Kesehatan? Apakah mereka benar-benar memahami beban para tenaga kesehatan di lapangan?” kata Frits.
Ia menuntut adanya transparansi dan pertanggungjawaban segera terkait pengelolaan anggaran dan distribusi hak tenaga kesehatan.
Sidang yang dipimpin Ketua DPRD Aswerus Tunay juga memunculkan persoalan kekurangan dokter spesialis di RSUD Tiakur, yang hingga saat ini hanya memiliki satu dokter spesialis.
“Dengan satu dokter spesialis, bagaimana kita bisa menjamin pelayanan kesehatan yang memadai untuk masyarakat? Kita butuh setidaknya tiga dokter spesialis, terutama untuk kasus-kasus yang membutuhkan penanganan segera. Kekurangan ini jelas menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam memprioritaskan kesehatan masyarakat,” ungkap Aswerus dengan tegas.
Tanggapan Dinas Kesehatan: Klaim Keterlambatan Hanya pada Insentif
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Bidang Kemasyarakatan Dinas Kesehatan MBD, Tely Etwiory, berusaha memberikan klarifikasi, meskipun tidak sepenuhnya memuaskan. Ia mengakui adanya penundaan pembayaran insentif bagi nakes, namun menekankan bahwa hak gaji utama sudah dibayarkan tepat waktu.
“Masalah yang kami hadapi adalah terkait insentif, bukan gaji pokok. Insentif ini memerlukan proses verifikasi yang lebih teliti agar tidak ada kesalahan pembayaran, terutama bagi mereka yang tidak bekerja secara optimal,” jelas Tely, sambil meminta agar semua pihak bersabar.
Namun, pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya lebih besar. Apakah keterlambatan yang mencapai hingga enam bulan benar-benar soal verifikasi, atau ada masalah manajemen yang lebih mendasar? Selain itu, absennya Kepala Dinas Kesehatan yang disebut sedang bertugas di Ambon menambah kesan bahwa tidak ada perhatian serius terhadap masalah ini.
Desakan untuk Transparansi dan Aksi Cepat
Fraksi-fraksi di DPRD menuntut adanya solusi konkret dan cepat. “Kita tidak bisa terus menunda. Masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan yang optimal, dan ini dimulai dari kesejahteraan tenaga kesehatan kita. Pemerintah daerah harus segera menuntaskan masalah ini, dan jika perlu, lakukan perombakan manajemen di Dinas Kesehatan,” ujar Frits Pera.
Persoalan ini dianggap sebagai ujian besar bagi Dinas Kesehatan Kabupaten MBD dalam menunjukkan integritas dan komitmen mereka untuk memperbaiki sistem pelayanan kesehatan, serta memastikan hak-hak tenaga kesehatan tidak lagi dipermainkan.
Komentar