Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Untuk kedua kalinya, DPRD Kabupaten Fakfak kembali gagal melaksanakan sidang perubahan anggaran tahun 2024.
Padahal, seluruh persiapan telah dilakukan, dengan Pjs Bupati Fakfak, Sekda, dan para kepala OPD telah hadir di gedung DPRD. Namun, absennya sejumlah anggota dewan membuat sidang terpaksa dibatalkan karena tidak memenuhi kuorum.
Kegagalan ini memicu kekecewaan yang semakin mendalam di kalangan masyarakat. Seorang warga Fakfak yang enggan disebutkan namanya, dengan nada tegas menyatakan,
“Ini jadi potret buruk DPRD Fakfak yang baru dilantik mengingat sidang batal karena anggota dewan tidak hadir. Mereka digaji untuk bekerja, bukan mangkir. Jika sidang perubahan anggaran tidak terlaksana lagi, maka anggaran akan ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Ini jelas kegagalan total DPRD dalam menjalankan tugasnya.”
Kejadian ini semakin mempertegas dugaan bahwa DPRD Fakfak tidak memiliki keseriusan dalam mengawal pembangunan daerah.
Jika sidang perubahan anggaran gagal lagi, penetapan anggaran akan terpaksa dilakukan melalui Perkada, yang biasanya menjadi opsi terakhir jika DPRD gagal menjalankan fungsinya.
Penggunaan Perkada ini dianggap sebagai bentuk kegagalan legislasi, di mana suara rakyat yang diwakili oleh DPRD tak lagi tersalurkan secara demokratis.
Sejumlah pihak menyoroti dampak jangka panjang jika anggaran ditetapkan melalui Perkada.
Salah satunya adalah berkurangnya fleksibilitas dalam perubahan dan alokasi anggaran yang spesifik, yang bisa mempengaruhi berbagai program pembangunan di Fakfak. Salah satu analis menyebutkan,
“Dengan menggunakan Perkada, ruang untuk dialog dan negosiasi terkait prioritas anggaran akan tertutup. Ini berarti program-program krusial yang memerlukan revisi anggaran bisa terhambat pelaksanaannya.”
Selain itu, kondisi ini juga menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan proses demokrasi di Fakfak.
Ketika anggota dewan gagal hadir untuk sidang krusial, mereka tidak hanya melanggar etika publik, tetapi juga merusak tatanan hukum dan tata kelola pemerintahan yang semestinya dijaga.
DPRD seharusnya menjadi arena diskusi dan keputusan kolektif yang mengutamakan kepentingan rakyat, bukan forum yang dibiarkan kosong oleh absensi tanpa alasan yang jelas.
Kegagalan ini kian menambah daftar panjang ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja DPRD Fakfak.
“Kalau begini terus, kenapa tidak sekalian saja dibubarkan? Daripada mereka hanya absen dan tidak bekerja, lebih baik pemerintah daerah jalankan saja melalui Perkada!” ujar salah satu warga yang geram dengan situasi ini.
Jika DPRD Fakfak tidak segera menyelesaikan masalah absensi ini dan melaksanakan sidang perubahan anggaran, masyarakat Fakfak khawatir pembangunan di daerah mereka akan semakin tersendat.
Dengan anggaran yang terpaksa harus ditetapkan lewat Perkada, suara rakyat yang seharusnya disalurkan melalui dewan tak lagi punya pengaruh, dan kebutuhan nyata masyarakat bisa terabaikan.
Sementara itu, desakan agar pimpinan DPRD menindak tegas anggotanya yang tidak hadir semakin menguat.
Publik menuntut transparansi dan sanksi yang jelas bagi anggota yang terus mengabaikan tugasnya.
Fakfak tidak bisa terus dibiarkan menjadi korban dari kepentingan politik yang mengabaikan kebutuhan rakyatnya.
Jika tidak ada perbaikan, legitimasi DPRD sebagai wakil rakyat dipertaruhkan, dan masyarakat mungkin akan mencari cara lain untuk memperjuangkan kepentingannya.
Komentar