Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Wacana pemekaran kampung yang berkembang di beberapa wilayah Fakfak mendapat tanggapan tegas dari Donatus Nimbitkendik, calon Wakil Bupati Fakfak.
Dalam pertemuan dengan warga dari tiga Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Wagom Utara pada Kamis (19/09), Donatus menekankan bahwa pemekaran kampung bukanlah langkah yang tepat dalam situasi anggaran daerah yang terbatas saat ini.
“Pemekaran kampung memang terdengar menarik bagi sebagian pihak, tetapi kita harus realistis. Proses ini tidak hanya memakan waktu, tetapi juga membutuhkan anggaran yang sangat besar. Kondisi anggaran daerah Fakfak saat ini tidak memungkinkan untuk mendanai seluruh tahapan pemekaran dengan baik,” kata Donatus.
Proses Panjang Pemekaran Kampung
Donatus menjelaskan bahwa tahapan pemekaran kampung tidaklah sederhana. “Pemekaran kampung melibatkan banyak tahapan yang membutuhkan waktu lama. Mulai dari pengajuan usulan di tingkat kampung, studi kelayakan, hingga pembahasan di tingkat kabupaten dan provinsi. Setelah itu, harus ada persetujuan dari pemerintah pusat, yang bisa memakan waktu bertahun-tahun,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa dasar hukum untuk pemekaran kampung harus disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi payung hukum atas pembentukan kampung baru.
“Tanpa Perda, pemekaran ini tidak mungkin dilaksanakan. Penyusunan Perda sendiri bisa memakan waktu lama karena harus melalui berbagai pembahasan di DPRD serta pengkajian oleh pemerintah daerah,” jelas Donatus.
Anggaran Pemekaran yang Membebani
Donatus menegaskan bahwa salah satu hambatan terbesar dalam pemekaran kampung adalah keterbatasan anggaran.
“Untuk setiap kampung baru yang dimekarkan, diperlukan anggaran besar untuk membangun infrastruktur dasar, seperti kantor kampung, akses jalan, dan layanan publik lainnya. Belum lagi biaya operasional pemerintahan kampung, seperti gaji aparatur kampung dan alokasi dana kampung (ADK),” ujar Donatus.
Ia melanjutkan, “Saat ini, Fakfak masih harus mengalokasikan anggaran untuk prioritas lain, seperti peningkatan layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang ada. Dengan keterbatasan anggaran, memaksakan pemekaran hanya akan membebani keuangan daerah dan berpotensi menghambat pembangunan di kampung induk.”
Waktu yang Tidak Sebentar
Selain membutuhkan anggaran besar, pemekaran kampung juga memakan waktu yang tidak sebentar.
“Berdasarkan pengalaman, proses pemekaran kampung bisa memakan waktu hingga 3 hingga 5 tahun, atau bahkan lebih. Ini bukan langkah cepat yang bisa langsung membawa hasil,” tegasnya.
Menurut Donatus, meski pemekaran ini diawali dengan niat baik untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, kenyataannya sering kali justru muncul masalah baru.
“Banyak kampung baru yang setelah dimekarkan justru kesulitan dalam hal pelayanan karena minimnya infrastruktur dan sumber daya manusia. Ini yang harus kita hindari di Fakfak,” katanya.
Solusi yang Lebih Tepat
Sebagai alternatif, Donatus menyarankan agar pemerintah fokus pada penguatan pelayanan dan pengelolaan anggaran di kampung-kampung yang sudah ada.
“Daripada memaksakan pemekaran kampung, lebih baik kita maksimalkan penggunaan anggaran untuk meningkatkan kualitas pelayanan di kampung yang sudah ada. Penguatan aparatur kampung dan peningkatan layanan publik akan lebih bermanfaat dalam jangka panjang,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya efisiensi anggaran dalam konteks pembangunan.
“Kita harus bisa memastikan bahwa setiap rupiah yang dianggarkan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Jangan sampai anggaran kita terbuang untuk proses pemekaran yang justru tidak mendatangkan manfaat besar bagi masyarakat,” tambahnya.
Pemekaran Harus Sesuai Peraturan
Donatus juga menekankan bahwa setiap proses pemekaran kampung harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Proses ini diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) dan Undang-Undang Desa, yang memberikan syarat-syarat tertentu. Selain itu, harus ada Perda yang mendukung proses ini di tingkat daerah. Tanpa regulasi yang kuat, pemekaran tidak akan bisa terlaksana,” tegas Donatus.
Ia mengingatkan warga bahwa pemekaran kampung bukanlah solusi instan untuk memperbaiki layanan publik.
“Perda yang mengatur pemekaran harus dipersiapkan dengan matang, tidak bisa dilakukan terburu-buru. Semua pihak harus sepakat, baik dari pemerintah maupun masyarakat, agar prosesnya berjalan dengan baik,” tutupnya.
Dengan penjelasan yang lugas ini, Donatus berharap masyarakat memahami bahwa pemekaran kampung bukan solusi yang mudah, terutama dalam kondisi anggaran Fakfak yang terbatas. Ia mengajak warga untuk bijak dalam mendukung pembangunan yang benar-benar berdampak positif bagi kemajuan daerah.
Komentar