Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Ketika negara menyerukan semangat pengabdian dari generasi muda, ironisnya justru lembaga pemerintah yang menjadi penghalang utama.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Fakfak kembali menunjukkan wajah buruk birokrasi dengan pelayanan yang lamban dan berbelit.
Akibatnya, seorang pemuda Fakfak, Reihan Turua (18), terancam gagal mengikuti seleksi Tamtama (TNI) hanya karena Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya tak kunjung dicetak.
Reihan sudah melakukan perekaman E-KTP sejak Februari 2024, tepat setelah usianya genap 17 tahun. Namun, hingga kini, kartu identitas yang menjadi haknya sebagai warga negara tak juga diterbitkan.
Disdukcapil berdalih ada masalah teknis pada Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdeteksi ganda dan harus dilaporkan ke pusat.
Empat hari berturut-turut Reihan mendatangi kantor Disdukcapil, berharap ada solusi cepat. Namun, jawaban yang didapat selalu sama: “Masih menunggu dari pusat.” Sementara itu, batas waktu pendaftaran Tamtama semakin dekat, dan peluang Reihan untuk mengabdi bagi negara kian terancam.
“Bagaimana mungkin satu KTP saja butuh waktu berbulan-bulan? Saya ingin mengabdi untuk negara, tapi justru dipersulit oleh negara sendiri,” keluh Reihan dengan nada kecewa.
Pelayanan Lamban, Disdukcapil Bisa Terjerat Sanksi
Kasus Reihan hanyalah puncak gunung es dari carut-marutnya layanan administrasi kependudukan di Fakfak. Padahal, menurut Pasal 58 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, pencetakan E-KTP seharusnya tidak boleh memakan waktu lama karena sudah berbasis sistem nasional.
Lambannya pelayanan ini berpotensi melanggar hak warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, yang menjamin kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara.
Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2018 menyatakan bahwa pelayanan administrasi kependudukan harus diberikan secara cepat, tepat, dan akurat.
Jika terbukti ada unsur kelalaian atau kesengajaan dalam keterlambatan pencetakan KTP, pejabat terkait bisa dikenakan sanksi administrasi hingga pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 93 UU Administrasi Kependudukan.
Dampak Serius, Bukan Sekadar KTP
Keterlambatan pencetakan KTP bukan sekadar masalah teknis, melainkan persoalan serius yang bisa menghambat hak konstitusional warga negara. Tidak hanya berdampak pada rekrutmen TNI, tetapi juga pada akses layanan kesehatan, pendidikan, hingga perbankan.
Jika seorang anak muda yang ingin mengabdikan diri saja dipersulit, bagaimana nasib masyarakat lainnya yang membutuhkan dokumen kependudukan untuk keperluan mendesak lainnya? Sampai kapan Disdukcapil Fakfak akan dibiarkan bekerja serampangan tanpa ada tindakan tegas dari pemerintah daerah?
Publik menunggu pertanggungjawaban dari pihak terkait. Apakah ada kemauan politik untuk membenahi sistem ini, atau justru masalah ini akan terus dibiarkan menjadi momok bagi warga Fakfak?
Satu hal yang pasti, lambannya pelayanan ini bukan sekadar kelalaian administratif—ini adalah pengingkaran terhadap hak-hak dasar warga negara!
Writter : Red | Editor : Red
Komentar