Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Kinerja Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPR2KP) Kabupaten Fakfak menuai kritik tajam setelah audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan lemahnya pengelolaan sumber air di wilayah ini.
Mulai dari data yang tidak lengkap hingga pelanggaran terhadap standar teknis, fakta ini mengindikasikan ketidakmampuan PUPR2KP dalam menjalankan tanggung jawabnya.
Data Sumber Air Fakfak Tidak Memadai
Audit BPK menunjukkan bahwa dokumen Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) tahun 2014 hanya mencakup delapan dari 17 distrik di Fakfak. Parahnya lagi, data yang tercantum sudah ketinggalan zaman dan tidak mencakup seluruh sumber air yang ada.
Hal ini terungkap setelah BPK mendistribusikan kuesioner kepada 57 kepala kampung di 11 distrik, yang menunjukkan banyak sumber air belum terinventarisasi.
Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan PUPR2KP berdalih bahwa data yang ada terbatas pada dokumen lama RISPAM. Namun, alasan tersebut dinilai tidak dapat diterima, mengingat data adalah fondasi utama dalam perencanaan penyediaan air bersih.
“Bagaimana bisa mengambil kebijakan yang tepat jika data dasar saja tidak lengkap? Ini kelalaian yang sangat mendasar,” ujar seorang pemerhati lingkungan Fakfak.
Standar Teknis Diabaikan, Warga Jadi Korban
Selain data yang tidak lengkap, temuan BPK juga mengungkap banyak sumber air di Fakfak tidak memenuhi standar teknis sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 27 Tahun 2016.
Contohnya, sumber air di Kampung Furir dan Goras tercemar air laut, sementara sumur pompa di Kampung Wammar memiliki radius jangkauan hingga 1.042 meter, jauh melampaui batas maksimal 200 meter.
Beberapa bangunan penangkap mata air bahkan tidak dilengkapi pagar pengaman, sehingga rawan kerusakan. Akibatnya, kualitas air yang diterima masyarakat menjadi tidak layak konsumsi.
Hasil pengujian air di Kampung Furir misalnya, menunjukkan tingkat bakteri coliform yang jauh di atas ambang batas, meningkatkan risiko penyakit serius seperti diare.
“Air yang harusnya jadi kebutuhan dasar malah menjadi ancaman kesehatan. Ini tanggung jawab siapa kalau bukan Dinas PUPR2KP?” ujar seorang warga yang terdampak.
Proyek SPAM Tomage: Potret Buram Pengawasan Teknis
Temuan BPK juga menyoroti lemahnya pengawasan teknis pada proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Distrik Tomage tahun 2020.
Beberapa infrastruktur yang dibangun ternyata tidak sesuai spesifikasi teknis, memperparah kondisi pasokan air bersih di wilayah tersebut.
Kondisi ini mempertegas ketidakseriusan Dinas PUPR2KP dalam memastikan proyek berjalan sesuai standar. Jika proyek-proyek besar seperti ini saja diabaikan, bagaimana dengan sumber air di kampung-kampung terpencil?
Janji Perbaikan, Realisasi Masih Jauh
Meski Dinas PUPR2KP mengklaim sependapat dengan temuan BPK dan berjanji akan melakukan perbaikan, warga Fakfak menilai janji ini tidak cukup. Selama bertahun-tahun, masalah serupa terus berulang tanpa penyelesaian nyata.
“Kami sudah bosan dengan janji. Yang kami butuhkan adalah tindakan nyata. Jika terus begini, masyarakat Fakfak akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah daerah,” kata seorang tokoh masyarakat setempat.
Dinas PUPR2KP di Persimpangan: Reformasi atau Kehancuran?
Temuan BPK ini menjadi tamparan keras bagi Dinas PUPR2KP Fakfak. Tanpa langkah konkret dan perencanaan matang, pengelolaan sumber air di Fakfak hanya akan semakin memburuk.
Pemerintah daerah harus segera mengevaluasi kinerja dinas terkait dan memastikan reformasi sistemik dalam pengelolaan sumber daya vital ini.
Jika masalah ini terus diabaikan, bukan hanya kualitas hidup warga yang terancam, tetapi juga legitimasi pemerintah daerah yang akan hancur di mata masyarakat. Warga Fakfak menanti bukti nyata, bukan sekadar janji kosong dari Dinas PUPR2KP.
Komentar