Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Sidang Paripurna Istimewa DPRK Fakfak dalam rangka Hari Jadi Fakfak ke-125 berubah menjadi ruang penuh energi optimisme ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyampaikan pidatonya.
Dengan narasi yang tertata rapi dan visi pembangunan yang lugas, Bahlil membuat ruangan terhanyut dalam perpaduan refleksi sejarah dan proyek masa depan.
Di hadapan Gubernur, Bupati, pimpinan DPRD, tokoh adat, dan ratusan undangan, Bahlil membuka pidatonya dengan memberikan selamat ulang tahun untuk Fakfak, sebuah daerah yang ia sebut sebagai “lokasi strategis dalam perjalanan sejarah Indonesia.”
Namun inti pidatonya menukik jauh lebih dalam: masa depan pembangunan Fakfak akan berdiri di atas dua pilar—kebijakan fiskal dan investasi.
“APBD kita sekitar Rp1,3 triliun, dan lebih dari separuhnya tersedot untuk belanja pegawai. Maka percepatan pembangunan harus ditopang oleh investasi,” ujar Bahlil, tegas namun tanpa meninggalkan keteduhan khasnya.
Di ruangan itu, para anggota dewan tampak mengangguk berulang kali.
Hilirisasi: Jalan Keluar dari Ketergantungan Bahan Mentah
Bahlil lalu menguraikan agenda pertama: hilirisasi sumber daya alam. “Fakfak tidak boleh hanya menjadi penyuplai bahan mentah. Nilai tambah harus tinggal di sini,” katanya. Nada suaranya meninggi, seakan menegakkan tekad bersama.
Ia menyebut hilirisasi perkebunan, mineral, dan gas sebagai masa depan yang tidak bisa ditawar. Baginya, hilirisasi bukan sekadar kebijakan ekonomi, tetapi strategi kedaulatan daerah.
Industri Gas Bernilai Rp20 Triliun: Motor Baru Ekonomi Fakfak
Agenda kedua adalah pengembangan industri gas.
“Nilai proyek lebih dari Rp20 triliun,” kata Bahlil, disambut desis kekaguman para hadirin. “Ini bukan sekadar investasi. Gas akan menjadi mesin ekonomi baru Fakfak.”
Menurut Bahlil, industri gas akan membuka ribuan lapangan kerja, membangun infrastruktur tambahan, dan mengubah struktur ekonomi Fakfak dalam satu dekade ke depan.
Infrastruktur: Jalan Raya Menuju Masa Depan
Agenda ketiga menyentuh sektor yang menjadi tulang punggung pembangunan: infrastruktur.
Bahlil menyoroti runway bandara yang harus diperpanjang dari 1.600 meter menjadi 2.000 meter agar dapat didarati pesawat berbadan besar.
Ia juga menekankan pentingnya pembangunan jalan penghubung antarkampung agar mobilitas ekonomi tidak lagi terhambat.
Di sektor energi, Bahlil menghadirkan kabar monumental:
“Kementerian ESDM telah mengalokasikan Rp70 miliar tahun ini untuk elektrifikasi desa. Hingga 2027, total kebutuhan Rp170 miliar. Targetnya jelas: tidak boleh ada lagi kampung yang belum berlistrik.”
Pernyataan itu memicu tepuk tangan panjang—seolah seluruh ruangan merayakan masa depan yang lebih terang secara harfiah.
Kesaksian Pribadi yang Mengguncang Ruangan
Namun bagian yang paling memikat justru ketika Bahlil mengutip lembaran hidupnya sendiri di Fakfak.
“Dulu saya pernah jadi sopir di daerah ini. Untuk membeli sepatu saja, keluarga saya harus menabung berbulan-bulan,” ujar Bahlil, suaranya merendah.
Ruangan mendadak hening. Beberapa hadirin tampak menahan napas.
“Dengan pendidikan dan kesempatan, anak sopir seperti saya bisa berdiri sebagai menteri. Maka saya percaya anak-anak Fakfak pun bisa menjadi pemimpin masa depan,” lanjutnya. Kalimat itu menghujam—menyentuh sekaligus membangkitkan kebanggaan kolektif.
Ia menegaskan komitmennya untuk memperluas beasiswa, meningkatkan fasilitas pendidikan, dan membangun generasi muda Fakfak yang unggul.
Ajakan Bersatu: Membuka 125 Tahun Berikutnya
Di akhir pidato, Bahlil menyerukan kolaborasi. “Tidak ada perjuangan yang sia-sia bila dilakukan bersama. Fakfak punya sejarah panjang. Kini kita harus menulis masa depannya,” katanya.
Pidato itu menutup sidang dengan suasana penuh harapan. Pada ulang tahun ke-125, Fakfak bukan hanya menengok sejarahnya, tetapi menemukan kompas baru untuk menatap masa depan—dipandu oleh visi seorang putra daerah yang kini mengabdi sebagai Menteri ESDM Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia.









Komentar