Dewan Adat Ur Siuw Ur Lim Pasang Hawear di Titik Konflik: Ritual Sakral Demi Perdamaian Abadi

Maluku Tenggara, Kabarsulsel-Indonesia.com |  Dalam upaya mengakhiri konflik berkepanjangan yang telah mengganggu ketentraman masyarakat, Dewan Adat Ur Siuw Ur Lim resmi mencanangkan pemasangan Hawear atau Sasi di lima titik strategis yang selama ini menjadi pusat pertikaian.

Langkah ini bukan sekadar ritual adat, tetapi juga simbol sakral yang mengandung harapan besar akan kembalinya kedamaian di bumi Maluku Tenggara.

Prosesi Adat yang Penuh Makna

Ritual yang digelar dengan penuh khidmat ini dipimpin langsung oleh Raja Jab Faan Patrisius Renwarin, tokoh adat yang dihormati. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa pemasangan Hawear bukanlah bentuk pelarangan atau klaim atas tanah dan petuanan, melainkan pesan kuat kepada semua pihak agar mengakhiri konflik yang berkepanjangan.

“Ini bukan soal siapa yang berhak atas tanah, tapi tentang bagaimana kita menjaga keharmonisan. Hawear adalah batas sakral yang harus dihormati demi perdamaian kita bersama,” ujar Raja Jab Faan dengan tegas.

Dukungan Luas dan Harapan Baru

Pemasangan Hawear mendapat sambutan luas dari berbagai kalangan. Masyarakat yang telah jenuh dengan ketegangan berlarut-larut menaruh harapan besar pada upaya adat ini.

Meski ada sebagian pihak yang menolak, mayoritas warga percaya bahwa langkah ini dapat menjadi solusi untuk menghindari bentrokan susulan dan membawa ketenangan bagi semua pihak.

“Kami rindu hidup damai tanpa rasa takut. Dengan adanya Hawear, kami berharap semua pihak bisa menghormati batas-batas adat yang telah disepakati,” ungkap seorang warga yang hadir dalam prosesi tersebut.

Ritual Sakral dengan Simbol Kuat

Yang menjadikan prosesi ini begitu istimewa adalah penggunaan janur kelapa, minyak kelapa asli, serta emas adat sebagai bagian dari ritual.

Simbol-simbol ini mencerminkan keseriusan serta nilai luhur dalam penerapan adat sebagai penjaga keseimbangan hidup bermasyarakat.

Lima titik utama yang menjadi lokasi pemasangan Hawear meliputi Lanmark, Kompleks Lampu Merah Ohoi Ohoijang, Toko Tera, dan Perum Pemda.

Dukungan dari Pemerintah dan Tokoh Adat

Kesakralan prosesi ini semakin dikuatkan dengan kehadiran Bupati Maluku Tenggara Muhamad Thaher Hanubun, jajaran Forkopimda, serta berbagai tokoh adat dan masyarakat.

Pemerintah daerah menyatakan dukungan penuh terhadap upaya ini sebagai solusi kearifan lokal yang mampu meredam konflik tanpa harus mengedepankan kekerasan atau tindakan hukum formal.

“Adat dan budaya adalah benteng terakhir kita dalam menjaga persatuan. Apa yang dilakukan Dewan Adat Ur Siuw Ur Lim ini adalah bukti bahwa nilai-nilai kearifan lokal masih relevan dan memiliki kekuatan besar dalam membangun perdamaian,” ujar Bupati Muhamad Thaher Hanubun.

Adat sebagai Perekat Harmoni

Pemasangan Hawear bukan sekadar tradisi, tetapi pesan mendalam bahwa adat memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan sosial.

Masyarakat Maluku Tenggara kini kembali diingatkan bahwa dalam setiap konflik, selalu ada jalan keluar yang lebih bijaksana—bukan dengan kekerasan, tetapi dengan menghormati nilai-nilai yang telah diwariskan leluhur.

Dengan langkah besar ini, Dewan Adat Ur Siuw Ur Lim telah membuka jalan bagi terciptanya kedamaian yang lebih lestari.

Kini, harapan itu bergantung pada komitmen semua pihak untuk menjunjung tinggi adat dan menghormati batas sakral yang telah ditetapkan.

Sebab, ketika adat berbicara, seharusnya semua pihak mendengar dan mematuhinya.

Komentar