Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Pagi itu, Selasa 30 September 2025, udara di Lapangan Tembak Kodim 1803/Fakfak terasa tegang sekaligus penuh antusiasme.
Ratusan pasang mata tertuju ke sebuah sasaran bundar yang berdiri kokoh di ujung lapangan. Di hadapan peserta dan tamu undangan, Bupati Fakfak Samaun Dahlan, S.Sos., M.AP., bersiap memegang senjata angin tipe pump action.
Setelah memberi sambutan resmi, yang sarat pesan sportivitas dan persaudaraan, Bupati diminta panitia untuk menembakkan peluru perdana. Momen itu sontak membuat suasana berubah: dari hening penuh khidmat menjadi riuh berdebar.
Dengan gerakan tenang, Bupati Samaun mengokang senjata, menarik napas panjang, lalu mengarahkan bidikannya ke sasaran. Suara letupan senjata angin memecah udara Fakfak yang jernih. Peluru melesat, mengenai papan target yang sudah disiapkan panitia.
Sejurus kemudian, tepuk tangan bergemuruh. Sorakan dan teriakan semangat dari para peserta lomba menambah atmosfer kebersamaan. Dentuman perdana itu menjadi tanda dimulainya lomba menembak dalam rangka HUT ke-80 TNI.
“Ini bukan sekadar lomba. Lebih dari itu, ini adalah wadah kebersamaan, persaudaraan, dan penjaringan bakat generasi Fakfak yang siap berprestasi,” ujar Bupati usai menembak, disambut anggukan penuh semangat dari para peserta.
Sorak-sorai penonton yang memenuhi tribun sederhana di sisi lapangan semakin mengobarkan semangat kompetisi. Beberapa peserta tampak menyalami rekan-rekannya sambil tertawa, tanda bahwa lomba ini bukan hanya soal adu keterampilan, tetapi juga tentang rasa kebersamaan.
Di balik riuh tepuk tangan, ada rasa bangga yang menyelimuti warga Fakfak. Dentuman pertama yang dilepaskan Bupati Samaun Dahlan bukan hanya simbol pembukaan lomba, melainkan juga pesan kuat bahwa olahraga bisa menjadi medium perekat sosial.
Lapangan tembak pagi itu pun berubah menjadi arena kebersamaan. Setiap peluru yang melesat dari moncong senjata bukan sekadar angka di papan skor, melainkan simbol persatuan, persaudaraan, dan semangat menyongsong peringatan HUT TNI yang ke-80.
Komentar