Langgur, Kabarsulsel-Indonesia.com | Angka Rp 240 triliun yang digulirkan lewat program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih belakangan ini menyedot perhatian publik. Di atas kertas, setiap koperasi desa dijanjikan akses permodalan sebesar Rp 3 miliar.
Bila dikalikan dengan target nasional 80 ribu koperasi, nilainya melonjak ke langit: dua kali lipat APBD DKI Jakarta, atau setara 10 persen APBN Indonesia.
Namun, di balik angka-angka bombastis itu, ada yang belum beres. Mantan Sekda dan Wakil Bupati Maluku Tenggara, Ir. Petrus Beruatwarin, M.Si, menilai banyak pihak, termasuk di tingkat akar rumput, belum memahami bentuk pendanaan yang sesungguhnya.
“Perlu diluruskan. Ini bukan dana hibah. Bukan pula program bagi-bagi uang. Ini plafon kredit—pinjaman yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab,” ujar Beruatwarin kepada wartawan, Sabtu pagi.
Beruatwarin menyebut, kebijakan ini memang menggiurkan: koperasi dibentuk, anggaran diproyeksi, dan masyarakat desa dijanjikan akses modal besar.
Tapi, sejauh ini, belum ada kejelasan skema bunga, vendor pelaksana, maupun jangka waktu pelunasan. Ia menyebut prosesnya masih dibahas di tingkat kementerian, terutama oleh Kemenkeu dan BUMN.
“Lebih parah, di level elite kabinet pun belum ada satu persepsi. Menko Pangan, Menteri Koperasi, Menteri Desa, semuanya masih menafsirkan secara berbeda arahan Presiden,” katanya.
Janji Modal, Tapi Masih Abu-abu
Pernyataan Beruatwarin menggambarkan adanya kekacauan koordinasi antar-kementerian. Di sisi lain, para pengurus koperasi di daerah sudah kadung bersiap menyambut dana jumbo itu, padahal belum ada petunjuk teknis resmi, apalagi soal gaji atau tunjangan pengurus.
Kondisi ini dinilai rawan. “Kalau persepsi keliru, bisa-bisa orang mengira ini hibah. Lalu dikelola asal-asalan, ujung-ujungnya jadi temuan hukum,” ujarnya.
Menurut dia, seluruh proses pengelolaan dana ini kini berada dalam pengawasan ketat—baik oleh aparat penegak hukum (APH), media, maupun masyarakat sipil.
“Jangan main-main dengan program ini. Niat Presiden baik, tapi kalau ditangani dengan tafsir semaunya, risikonya besar,” ucapnya.
Reformasi atau Repetisi?
Koperasi Merah Putih digadang-gadang menjadi mesin ekonomi desa berbasis kemandirian. Namun jika regulasi dan eksekusi tidak disegerakan, program ini terancam menjadi repetisi proyek populis tanpa arah yang pernah gagal di masa lalu.
Beruatwarin menyarankan pemerintah pusat segera membentuk satuan kerja lintas kementerian yang menyatukan tafsir kebijakan dan mempercepat penyusunan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). “Kalau tidak, dana triliunan rupiah itu hanya akan jadi ilusi kolektif,” katanya.
Komentar