Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Proyek pembangunan Puskesmas di Kabupaten Fakfak tahun anggaran 2023–2024 kembali menjadi sorotan. Bupati Fakfak, Samaun Dahlan, S.Sos., M.AP, secara tegas menyatakan telah memerintahkan Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh proyek puskesmas yang dilaporkan rampung, termasuk yang terletak di Distrik Mbahamdandara.
“Sudah saya perintahkan Inspektorat untuk cek seluruh proyek pembangunan puskesmas karena menurut laporan, sudah selesai. Termasuk Puskesmas Mbahamdandara,” ujar Bupati Samaun saat melakukan kunjungan ke Pabrik Sawit milik PT. Rimbun Sawit Papua, baru-baru ini.
Peninjauan itu bukan tanpa alasan. Beberapa waktu sebelumnya, Bupati Samaun dan Wakil Bupati Drs. Donatus Nimbitkendik, M.T, sempat meninjau langsung kondisi fisik bangunan Puskesmas Mbahamdandara saat melakukan kunjungan kerja ke Distrik Bomberay. Hasilnya mengejutkan: meski proyek diklaim selesai, fasilitas belum digunakan karena ketiadaan alat kesehatan.
Selain Mbahamdandara, proyek pembangunan puskesmas juga berlangsung di Distrik Tomage, Kayuni, Fakfak Timur Tengah, Arguni, Furwagi, dan Wartutin. Namun hingga kini, hanya Puskesmas Tomage yang sudah diresmikan. Yang lainnya belum tuntas, bahkan ada yang mangkrak.
Puskesmas di Distrik Wartutin menjadi sorotan khusus. Proyek yang telah dua kali mengalami adendum kontrak ini hingga kini belum rampung dikerjakan.
Fakta ini menjadi tamparan keras bagi Dinas Kesehatan dan penyedia jasa konstruksi, mengingat adendum merupakan bentuk perpanjangan waktu yang seharusnya disertai percepatan penyelesaian. Namun yang terjadi justru sebaliknya: proyek berjalan lambat, bahkan stagnan.
Lebih memprihatinkan lagi, puskesmas yang secara fisik telah selesai justru belum dapat difungsikan karena belum dilengkapi alat kesehatan esensial. Kondisi ini memperjelas adanya kelemahan koordinasi lintas sektor serta potensi kerugian negara yang serius.
Melalui laman resmi LPSE Kabupaten Fakfak, diketahui bahwa rata-rata nilai kontrak pembangunan satu unit puskesmas mencapai lebih dari Rp8 miliar. Angka tersebut belum termasuk pengadaan rumah tenaga kesehatan dan rumah dinas dokter yang juga menelan biaya miliaran rupiah.
Ultimatum Bupati dan Bayang-Bayang Hukum
Bupati Samaun telah memberikan tenggat waktu hingga Juli 2025 untuk seluruh pekerjaan puskesmas yang belum rampung. Ia menegaskan, seluruh proyek harus selesai dan siap diresmikan.
“Saya tidak main-main. Kalau Juli tidak selesai, akan ada evaluasi besar-besaran,” tegasnya.
Permasalahan proyek-proyek mangkrak seperti ini berpotensi melanggar sejumlah regulasi hukum, di antaranya:
- UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 18 yang menyebutkan bahwa pejabat yang menimbulkan kerugian negara wajib mengganti kerugian tersebut.
- UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam pihak yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
- Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengatur kewajiban penyedia menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan sesuai spesifikasi kontrak.
Jika terbukti terdapat unsur kelalaian, mark-up anggaran, atau kolusi antara pejabat dan kontraktor, maka tidak hanya evaluasi administratif yang akan dijalankan, melainkan potensi proses hukum oleh aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan KPK.
Rakyat Menanti Aksi, Bukan Janji
Dengan anggaran yang begitu besar dan janji pelayanan kesehatan yang menjadi prioritas pembangunan, publik berharap tidak ada satu pun pihak yang bermain-main dengan proyek kesehatan rakyat. Fakfak membutuhkan pelayanan kesehatan, bukan bangunan mewah tanpa fungsi.
Kini semua mata tertuju pada Inspektorat dan aparat penegak hukum. Bila temuan pelanggaran terbukti, maka proses hukum harus ditegakkan, demi keadilan, transparansi, dan kepercayaan publik yang selama ini dikhianati.
Komentar