Langgur, Kabarsulsel-Indonesia.com | Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) meluncurkan kebijakan kultural dengan menetapkan penggunaan Bahasa Kei setiap hari Jumat di lingkungan Kantor Bupati.
Setiap warga yang bertamu diwajibkan bertutur dalam bahasa leluhur itu—sebuah langkah yang dinilai strategis untuk membangkitkan kembali identitas budaya yang nyaris dilupakan. Kebijakan ini mulai diterapkan pada Jumat pertama Mei 2025.
“Bahasa adalah jantung budaya. Jika kita ingin budaya Kei tetap hidup, kita harus memulainya dari kantor pemerintah,” ujar Bupati Maluku Tenggara, Muhammad Thaher Hanubun, kepada wartawan usai kegiatan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Kamis, 8 Mei 2025.
Komitmen pemerintah daerah tak berhenti di situ. Dalam perayaan Hardiknas 2 Mei lalu, Dinas Pendidikan Malra menggelar Lomba Membaca Hukum Adat Larvul Ngabal dalam Bahasa Kei—sebuah tradisi hukum adat yang sakral dan menjadi pedoman hidup masyarakat Kei.
Tiga siswa-siswi terbaik tampil memukau saat membacakan tujuh pasal hukum adat tersebut di hadapan pejabat dan tokoh adat. Pemerintah Daerah pun memberikan penghargaan berupa perangkat elektronik sebagai bentuk apresiasi dan motivasi.
Eva Angelina Tunjanan, siswi SMP Budhi Mulia Langgur, yang meraih juara pertama menerima satu paket laptop dan printer. Disusul Aprillia C. Heatubun dari SD Inpres Ohoijang sebagai juara kedua dengan hadiah satu unit laptop. Sementara Reikel Tesno Pulo dari SMP Negeri Unggulan Ohoijang membawa pulang satu unit tablet.
Dalam suasana penuh haru, para siswa membacakan pasal-pasal hukum adat yang sarat nilai moral dan etika kehidupan, mulai dari penghormatan terhadap pemerintah (Ud entauk atvunad), penjagaan kehormatan diri (Ul nit enVil atumud), hingga kesucian rumah tangga dan perlindungan terhadap perempuan.
“Pantaskah mereka hanya diberi tepuk tangan? Tentu tidak. Mereka layak dihargai,” kata Thaher dengan nada singkat namun penuh makna.
Tujuh pasal Larvul Ngabal, yang dilantunkan dalam Bahasa Kei dan dilagukan dalam syair tradisi, menjadi bukti bahwa warisan budaya bukan sekadar cerita masa lalu. Ia kini kembali menggema dari ruang kelas hingga kantor pemerintahan.
Kebijakan penggunaan Bahasa Kei dan lomba hukum adat ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah bagian dari misi jangka panjang membangun identitas dan karakter generasi muda Malra. Sebuah ikhtiar merawat akar sambil menatap masa depan.
Writter : Elang Key | Editor : Red
Komentar