Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Suasana di Gedung KONI Fakfak sore itu tampak semarak, tapi juga sarat makna. Sabtu, 14 Juni 2025, bukan sekadar momen administratif bagi 794 aparatur sipil negara baru, melainkan hari peneguhan komitmen mereka sebagai abdi negara.
Di hadapan mereka, Samaun Dahlan, Bupati Fakfak, berdiri dan menyampaikan pesan yang lebih dari sekadar seremonial. Ia menyentil, menasihati, sekaligus memperingatkan dengan gaya khasnya yang to the point:
“Jadi ASN bukan untuk gaya-gayaan. Kalau cuma mau tampil depan kamera, itu urusan influencer, bukan pegawai negeri.”
Ratusan CPNS dan PPPK—yang terdiri atas 472 CPNS, 216 PPPK teknis, 35 PPPK guru, dan 71 PPPK tenaga kesehatan—baru saja menerima Surat Keputusan pengangkatan. Mereka juga diambil sumpah janji jabatan, bersamaan dengan penyerahan SK kenaikan pangkat dan SK pensiun untuk ASN senior.
Namun yang mencuri perhatian bukan sekadar angka-angka. Melainkan pidato lugas Bupati Samaun yang menyayat di titik paling krusial: etika dan integritas ASN.
ASN di Era Digital: Antara Tugas dan Kamera
Dalam sambutan yang berlangsung sekitar 30 menit, Samaun tak hanya memberi selamat. Ia menguliti fenomena ASN yang terlalu asyik dengan media sosial. Ia menyebutnya sebagai “penyakit baru” birokrasi modern.
“Berhenti main TikTok, Facebook, atau live Instagram saat jam kerja. Kalau mau joget, jogetlah setelah melayani rakyat,” ujarnya, setengah menyindir, setengah menegur.
Pesan itu tidak datang tanpa alasan. Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah daerah menerima keluhan soal ASN yang “lebih aktif di medsos ketimbang di kantor pelayanan.” Samaun menegaskan, ASN adalah wajah negara di mata rakyat, bukan konten kreator di mata algoritma.
Masalah TPP: Ketika Regulasi Pusat Mengguncang Fiskal Daerah
Di tengah euforia penerimaan SK, satu isu mencuat: TPP atau Tunjangan Perbaikan Penghasilan yang belum dibayarkan. Samaun tak lari dari persoalan itu. Ia justru menjelaskan secara terbuka.
Menurutnya, penundaan pembayaran TPP terjadi karena perubahan kebijakan pusat. Formasi ASN 2024 yang semula dijadwalkan menerima SK di tahun 2026, dimajukan ke 2025. Akibatnya, APBD Fakfak yang telah diketok tidak mengakomodasi 794 pegawai baru ini.
“Kami sudah duduk bersama Sekda dan Wakil Bupati. Harus ada evaluasi ulang anggaran. Kami tidak bisa diam karena SK dan sumpah sudah kami serahkan. Maka hak juga harus kami bayarkan,” katanya.
Ia menjanjikan bahwa pembayaran TPP akan mulai direalisasikan pada bulan Juni ini.
“Insya Allah minggu depan sudah ada kejelasan. Mohon bersabar,” tambahnya, disambut anggukan para ASN.
ASN Baru, Tugas Lama: Mengabdi dan Siap Ditempatkan
Sebelum menutup sambutan, Samaun kembali menekankan prinsip dasar kepegawaian: ASN bukan tempat mencari kenyamanan pribadi. Mereka harus siap ditempatkan di wilayah mana pun dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kalau sudah jadi ASN, tidak bisa lagi pilih-pilih lokasi. Jangan berharap hanya mau tinggal di kota. Saudara-saudara harus siap ke pedalaman, pesisir, gunung, atau kampung yang paling terpencil sekalipun.”
Pesan ini bukan sekadar retorika. Dalam beberapa kasus sebelumnya, terdapat ASN yang menolak penempatan dengan berbagai alasan—dari soal fasilitas hingga akses internet. Samaun menyebut itu sebagai pengkhianatan halus terhadap sumpah jabatan.
Akhir Kata: ASN Bukan Untuk Gaya, Tapi Untuk Bekerja
Di akhir pidatonya, Bupati Fakfak menyelipkan penghargaan khusus kepada para ASN yang memasuki masa pensiun. Ia menyebut mereka sebagai “penjaga api pengabdian” yang semestinya dijadikan teladan.
Kepada CPNS dan PPPK baru, ia menutup dengan satu kalimat pamungkas yang dingin namun membekas:
“Bekerjalah sebelum dilihat. Layani sebelum disorot. ASN bukan panggung untuk bergaya, tapi ladang untuk berkarya.”









Komentar