Manokwari, Kabarsulsel-Indonesia.com | Publik Papua Barat kembali dikejutkan oleh keputusan kontroversial Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi Papua Barat. Dua nama yang tengah terseret pusaran dugaan korupsi dan baru saja dijatuhi sanksi etik, Abdul Muin Salewe dan Endang Wulansari, dinyatakan lolos ke tahap lanjutan seleksi KPU periode 2025–2030.
Mereka diumumkan masuk dalam 20 besar peserta seleksi melalui Pengumuman Nomor: 46/TIMSELPROV-Pu/03/92/2025. Namun, bukannya menuai dukungan, keputusan itu justru menjadi bola api yang memantik kemarahan publik dan mengancam kredibilitas proses rekrutmen penyelenggara pemilu.
Tersangkut Dugaan Korupsi Dana Hibah Pilkada 2024
Nama Abdul Muin dan Endang tak bisa dilepaskan dari sorotan tajam Kejaksaan Tinggi Papua Barat. Institusi hukum itu telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan terhadap dugaan penyelewengan dana hibah Pilkada 2024. KPU Papua Barat dan KPU Fakfak menjadi target utama.
Asisten Pidana Khusus Kejati Papua Barat, Abun Hasbullah Syambas, menegaskan bahwa penyelidikan ini aktif berjalan. Fakta bahwa KPU Papua Barat menerima dana hibah sebesar Rp200,032 miliar dan hanya mengembalikan Rp87,067 miliar menimbulkan kecurigaan serius soal penggunaan anggaran tersebut.
“Selisih dana yang tidak terjelaskan ini menjadi pintu masuk bagi kami untuk menggali potensi tindak pidana korupsi,” ujar sumber internal Kejati yang enggan disebutkan namanya.
Sanksi DKPP: Pelanggaran Etik yang Mengacak-acak Pilkada Fakfak
Sebagai tambahan noda dalam rekam jejak, keduanya juga baru saja dijatuhi sanksi peringatan oleh DKPP dalam perkara Nomor 7-PKE-DKPP/I/2025. Bersama tiga komisioner lainnya, Muin dan Endang terbukti secara etik telah menabrak aturan dengan menganulir keputusan KPU Kabupaten Fakfak soal diskualifikasi pasangan calon Untung Tamsil–Yohana Hindom.
Langkah mereka dinyatakan terburu-buru dan tidak berdasar hukum karena dilakukan ketika sengketa masih bergulir di Mahkamah Agung.
“Keputusan para Teradu telah menciptakan ketidakpastian hukum dalam Pilkada Fakfak dan mencoreng integritas penyelenggara pemilu,” tegas Ratna Dewi Pettalolo, Anggota Majelis DKPP, dalam sidang putusan pada 10 Juni 2025.
Timsel Didesak Tidak Jadi “Mesin Cuci” Nama Kotor
Kombinasi antara skandal etik dan dugaan korupsi seharusnya cukup menjadi alarm bagi Tim Seleksi untuk mengambil langkah tegas. Namun, lolosnya Muin dan Endang ke tahap berikutnya justru mengindikasikan adanya pembiaran sistemik yang membahayakan fondasi demokrasi.
“Apakah Timsel hanya menjadi ruang pencucian nama bagi aktor-aktor bermasalah?” kritik aktivis pemilu Papua Barat. “Kalau integritas diabaikan sejak awal rekrutmen, maka kita sedang menggali lubang kehancuran demokrasi di daerah ini.”
Panggilan untuk DPR RI: Pilih Demokrasi atau Kegelapan?
Kini, tanggung jawab ada di tangan Komisi II DPR RI sebagai penentu akhir proses seleksi. Publik menunggu apakah lembaga legislatif ini berani mencoret nama-nama yang telah mencoreng amanat pemilu, atau justru tunduk pada kompromi yang merusak kepercayaan publik.
Jika nama-nama seperti Muin dan Endang terus diloloskan, bukan hanya moral publik yang dihina, tapi juga masa depan demokrasi Papua Barat yang dipertaruhkan.
“Kita tidak sedang bicara soal kelolosan teknis, ini soal legitimasi moral,” ujar seorang akademisi politik dari Universitas Papua. “Rakyat menuntut keberanian untuk berkata: cukup sudah!”
Komentar