Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya kecerobohan fatal dalam penyaluran bantuan beasiswa Program 1.000 Mahasiswa di Kabupaten Fakfak. Dari dana sebesar Rp 513.066.068,00 yang dialokasikan, sebanyak 117 mahasiswa penerima tidak dapat diyakini status kemahasiswaannya. Fakta ini mencuat akibat kurangnya validasi data oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora).
Dalam laporan temuan BPK, terungkap bahwa proses pendataan penerima beasiswa yang dilakukan oleh Disdikpora tidak sesuai standar. Program yang diinisiasi berdasarkan Keputusan Bupati Fakfak Nomor 800-109 Tahun 2020 ini menunjuk Kepala Disdikpora sebagai penanggung jawab dan pelaksana program. Ironisnya, data mahasiswa yang seharusnya menjadi penerima beasiswa malah tidak divalidasi dengan baik, dengan banyak penerima yang tidak melengkapi informasi universitas, program studi, dan nomor induk mahasiswa.
Lebih mengkhawatirkan lagi, Bank Papua yang bertugas menyalurkan dana beasiswa juga menemui berbagai kendala akibat ketidakvalidan data. Sejumlah nama yang tercantum dalam Surat Keputusan (SK) tidak dapat disalurkan karena ketidakcocokan antara nama penerima dan nomor rekening. Akibatnya, dana sebesar Rp 324.783.023,00 dikembalikan ke kas daerah.
Dalam wawancara dengan Kepala Seksi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter Bidang SMP pada Disdikpora, diungkapkan bahwa pendataan dilakukan dengan cara mengunjungi langsung kota studi mahasiswa dan berkomunikasi dengan ketua ikatan mahasiswa Fakfak. Namun, banyak mahasiswa yang tidak melengkapi dokumen persyaratan seperti kartu mahasiswa, kartu rencana studi, dan surat keterangan aktif kuliah, tetap muncul dalam keputusan bupati.
BPK melakukan pengujian terhadap keputusan tersebut dan menemukan bahwa nama-nama penerima beasiswa tidak dilengkapi dengan informasi kemahasiswaan yang memadai. Lebih lanjut, konfirmasi melalui Google Form terhadap seluruh penerima beasiswa menunjukkan bahwa 117 mahasiswa tidak dapat diyakini status kemahasiswaannya, dengan nilai beasiswa mencapai Rp 513.066.068,00.
Ketidakpatuhan ini jelas bertentangan dengan berbagai peraturan, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial. Fakta ini mengindikasikan adanya risiko penggunaan dana hibah dan bantuan sosial yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta pemborosan keuangan daerah.
Kepala BPKAD selaku PPKD dinilai kurang cermat dalam melaksanakan pengawasan belanja hibah dan bantuan sosial. Bendahara hibah/bansos juga belum optimal dalam mengupayakan kepatuhan penerima hibah/bansos dalam penyampaian laporan penggunaan dana. Disdikpora juga dianggap lalai dalam melakukan evaluasi terhadap status kemahasiswaan penerima beasiswa.
Bupati Fakfak telah menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan berjanji akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi. BPK merekomendasikan agar pengawasan belanja hibah dan bantuan sosial diperketat, serta validitas data mahasiswa penerima beasiswa dievaluasi lebih serius.
Kritik dan Tindakan Tegas Diperlukan
Temuan BPK ini menggambarkan betapa lemahnya pengelolaan program bantuan sosial di Kabupaten Fakfak. Pemerintah daerah harus segera mengambil tindakan tegas untuk memperbaiki sistem pendataan dan penyaluran beasiswa agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan dana yang merugikan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam setiap program bantuan untuk memastikan dana publik digunakan dengan tepat dan efektif.
Komentar