Sorong, Kabarsulsel-Indonesia.com; belakangan ini, santer beredar kabar adanya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum pihak sekolah terhadap siswa. Mencoba mencari tahu tentang kebenaran kabar tersebut, media ini mencoba mengulik keterangan dari salah seorang wali siswa berinisial AJ.
Kepada media ini, AJ tak merincikan detail terkait hal tersebut. Yang jelas, kata dia, aktivitas itu memang masih terjadi di beberapa sekolah, termasuk di sekolah anaknya. Padahal sekolah tersebut merupakan sekolah negeri yang juga mendapat dana BOSDA dari pemerintah. Sayangnya ia tak berkenan menyebutkan nama sekolah tersebut dengan alasan khawatir anaknya akan terkena dampak.
“Saat anak kami masuk sekolah sudah dibebankan biaya pendaftaran, buku dan seragam. Sebagai masyarakat awam kami tidak paham bagaimana mekanisme dan aturan yang seharusnya diterapkan, jadi tetap semuanya kami bayar. Kami juga buta hukum, yang ada dalam pikiran kami, haya bagaimana anak kami bisa sekolah,” terang AJ.
AJ berharap, seharusnya bisa sekolah siswa bisa diakomodir menggunakan dana BOSDA, sehingga tidak lagi membebani keluarga untuk kebutuhan membayar seragam, uang gedung bahkan untuk membeli buku paket.
“Kami sangat berharap sekolah bisa benar-benar digratiskan dengan adanya dana BOS dan BOSDA. Kegiatan pungli seperti ini seharusnya juga bisa ditertibkan oleh aparat penegak hukum dan para pihak yang berwenang. Harus ada sanksi tegas yang dibebankan kepada para oknum pelaku pungli di sekolah,” tegas AJ.
Sayangnya, sampai saat ini kondisi tersebut masih kerap kali ditemui dan masih terus jadi keluhan wali siswa. Kabarnya yang masih terus beredar swolah dianggap angin yang lalu oleh APH, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian dan Inspektorat Jenderal Kemendikbud serta Dinas Pendidikan setempat.
Masyarakatpun menduga para APH sengaja melakukan pembiaran karena telah mendapat upeti dari para oknum kepala sekolah. Padahal jelas-jelas banyak sekolah yang diduga terindikasi melakukan Pungli tersebut. Baik saat pendaftaran masuk sekolah maupun iuran komite tiap bulan. Bahkan yang lebih parah lagi, siswa dibebankan dengan biaya buku yang harganya sangat fantastis bisa mencapai Rp 1-5 juta.
Melansir dari Permendikdud No. 6 tahun 2021 terkait penggunaan dana bantuan operasonal sekolah (BOS) reguler, dijelaskan pada Pasal 12 ayat 1, bahwa dana BOS Reguler seharusnya digunakan pihak sekolah untuk membiayai operasional penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Adapun komponen penyelenggaraan pendidikan di dalamnya termaauk, penerimaan Peserta Didik baru, pengembangan perpustakaan,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler, pelaksanaan kegiatan asesmen dan evaluasi pembelajaran, pelaksanaan administrasi kegiatan sekolah, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan, pembiayaan langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, penyediaan alat multimedia pembelajaran, penyelenggaraan kegiatan peningkatan kompetensi keahlian, penyelenggaraan kegiatan dalam mendukung keterserapan lulusan serta pembayaran honor.
Masyarakat pun bertanya-tanya untuk siapa pungli tersebut dilakukan. Besar dugaan masyarakat, semua pungutan dilakukan untuk kepentingan oknum-oknum kepala sekolah guna memperkaya diri.
Komentar