Konflik Askab Fakfak Memanas, Qdow Sorot Pengurus dan Politik Titipan

Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com |  Polemik legalitas kepengurusan Askab PSSI Fakfak yang memuncak setelah terbitnya SK Pelaksana Tugas Ketua membuat suasana di tubuh organisasi itu kian panas.

Di tengah kegaduhan ini, mantan pemain Persifa Fakfak yang kini menjadi tokoh masyarakat, Paulus Douw, atau yang akrab disapa Qdow, akhirnya angkat suara.

Ditemui Kabarsulsel-Indonesia.com di sebuah kafe di kawasan Jalan Dr. Salasa Namudat, Jumat (29/11), Qdow tidak menutupi kegelisahannya melihat kompetisi lokal yang mandek dan organisasi yang berkutat dalam konflik berkepanjangan.

“Siapapun yang terpilih nanti, dia harus orang yang sanggup merogoh kantong pribadi untuk sepak bola. Jangan berharap sirip pemerintah, apalagi datang ke Askab dengan kantong kosong untuk cari untung,” ujarnya tegas.

Menurutnya, sepak bola Fakfak tidak akan pernah bangkit jika dikelola oleh figur yang menjadikan atlet sebagai objek. Ia mengumpamakan, “Pemain makan tahu-tempe, pengurus makan nasi ayam.” Kritik itu ia tujukan kepada pola pengelolaan yang dinilai semrawut, tidak berkelanjutan, dan sarat kepentingan.

Qdow juga menyinggung soal praktik “titipan calon” yang disebutnya merusak demokrasi klub. Ia meminta semua pihak membuka diri dan memberi ruang bagi klub sebagai pemilik suara sah.

“Tidak boleh ada titipan-titipan. Jangan pakai nama bupati, jangan bawa-bawa kedekatan politik. Sepak bola jangan dipolitisasi,” katanya, menyindir keras kultur organisasi yang dinilainya mulai keluar jalur.

Ia menegaskan bahwa konflik dualisme kepengurusan harus segera diakhiri. Askab, kata dia, tidak boleh berubah menjadi panggung adu klaim.

“Buang ego, duduk sama-sama, bentuk panitia kongres, buka proses secara terang. Semua orang boleh maju. Transparan.”

Tak hanya kepada dua kubu yang berseteru, Qdow juga menyoroti sikap Asprov PSSI Papua Barat yang ia nilai tidak boleh lepas tangan.

“Asprov harus turun tangan segera. Tidak bisa dibiarkan. Dua-duanya keluar versi SK masing-masing. Ini harus diakhiri oleh otoritas provinsi,” ujarnya.

Menurut Qdow, kerugian terbesar dari konflik ini justru menimpa masyarakat dan talenta sepak bola Fakfak. Padahal, kata dia, Bupati dan Wakil Bupati Fakfak saat ini dikenal sangat peduli dan responsif terhadap pengembangan olahraga.

“Sayang sekali kalau energi daerah terbuang hanya untuk meladeni dualisme. Atlet butuh kompetisi, bukan drama organisasi,” katanya.

Qdow menutup pernyataannya dengan dorongan agar kongres disegerakan secara terbuka dan hasilnya segera diajukan untuk pengesahan.

“Kalau sudah terpilih, lantik. Jalan. Program segera hidup. Kita ini gudang atlet. Jangan sampai rusak hanya karena kepentingan segelintir orang.”

Dengan nada penuh harap, ia menegaskan kembali satu hal: sepak bola Fakfak harus dikelola oleh orang yang “cinta bola dan gila bola”—namun gila dalam pengertian yang benar. “Profesional, bukan oportunis.”

Komentar