Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Di tengah tuntutan era digital yang kian cepat bergerak, Pemerintah Kabupaten Fakfak melalui Dinas Komunikasi dan Informasi Statistik dan Persandian mengambil langkah strategis untuk memperkuat kualitas pelayanan publik.
Melalui kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) SP4N LAPOR yang digelar Rabu (19/11) di Graha Le Coq d’Aramanvile (Aula Santo Yosep), puluhan peserta yang terdiri dari organisasi masyarakat, pemuda, mahasiswa, kelompok perempuan, dan para pemangku kepentingan lainnya tampak antusias mengikuti jalannya kegiatan.
Mewakili Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik dan Persandian, Kepala Bidang Aplikasi dan Informatika, Erwin Dwi Putra, menyampaikan arahannya bahwa transformasi digital bukan sekadar slogan, tetapi sebuah kebutuhan tak terelakkan dalam tata kelola pemerintahan modern.
“Zaman sudah berubah. Pelayanan publik pun harus berubah. Yang dulu manual kini harus beralih ke sistem digital,” tegas Erwin membuka arahannya.
Erwin menjelaskan, SP4N LAPOR hadir sebagai platform pengaduan nasional yang dirancang untuk memangkas jalur birokrasi dan mempermudah masyarakat menyampaikan berbagai keluhan maupun aspirasi. Dari jalan rusak, pelayanan lambat, hingga gangguan layanan administrasi—semua dapat dilaporkan tanpa perlu mendatangi kantor pemerintahan.
“Cukup lewat ponsel, Bapak-Ibu sudah bisa mengirimkan laporan. Dalam lima hari kerja, laporan itu wajib ditindaklanjuti,” jelasnya.
Ia memberikan ilustrasi yang membuat para peserta mengangguk setuju. Selama ini, banyak warga harus datang jauh-jauh ke kantor pemerintah hanya untuk menyampaikan ketidakpuasan. Kini, dengan sistem tiket digital seperti layaknya layanan PLN atau provider internet, proses monitoring laporan bisa dilakukan secara mandiri.
“Masyarakat punya hak untuk mengawasi. Kami pemerintah juga siap dikoreksi,” ujar Erwin.
Lebih jauh, Erwin menegaskan bahwa SP4N LAPOR bukan sekadar aplikasi teknis, tetapi instrumen besar dalam mengukur kinerja pemerintah daerah. Semua pengaduan juga langsung terpantau oleh pemerintah pusat.
Jika respon daerah lambat atau tidak optimal, konsekuensinya bisa berdampak pada penilaian indeks penyelenggaraan pemerintahan daerah, bahkan memengaruhi besaran transfer pusat.
“Kalau kita tidak sigap, pusat bisa menilai pelayanan publik di Fakfak tidak berjalan baik. Dampaknya bisa ke alokasi anggaran,” tegasnya.
Peserta diajak untuk langsung mempraktikkan cara membuat laporan. Bahkan, Erwin membuka kemungkinan untuk mengadukan pengalaman hari itu juga—mulai dari keterlambatan acara hingga pelayanan publik yang ditemui sebelum hadir ke lokasi kegiatan.
“Kita ingin masyarakat benar-benar paham. Bukan hanya duduk mendengar, tapi ikut berlatih. Pulang dari sini, Bapak-Ibu harus bisa menggunakan SP4N LAPOR dan mengajarkannya ke lingkungan masing-masing,” tambahnya.
Suasana diskusi memanas ketika peserta melontarkan berbagai pertanyaan kritis, mulai dari ketersediaan jaringan internet, kesiapan SDM operator layanan, hingga kecepatan tindak lanjut laporan.
Para pemateri dari provinsi merespons satu per satu dengan lugas, mempertegas komitmen bahwa sistem ini bukan sekadar proyek, tetapi bagian dari reformasi besar-besaran layanan publik.
Antusiasme peserta tampak tinggi sepanjang acara. Banyak yang baru mengetahui bahwa laporan-laporan mereka selama ini dapat menjadi instrumen penting untuk menilai kinerja pemerintah daerah.
“Ini sistem yang membuat masyarakat punya kekuatan. Dengan laporan yang banyak dan objektif, pemerintah tidak punya pilihan selain memperbaiki layanan,” ujar salah satu pemateri.
Kegiatan ditutup dengan sesi foto bersama antara peserta, pemateri, dan panitia. Senyum para peserta menggambarkan harapan baru: bahwa teknologi bukan hanya milik kota besar, tetapi juga menjadi jembatan perubahan bagi pelayanan publik di Kabupaten Fakfak.
Dengan SP4N LAPOR, masyarakat kini bukan sekadar penerima layanan, melainkan pengawas yang aktif dan kritis—mengawal pemerintah menuju tata kelola yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif.









Komentar