Malra,Kabarsulsel-Indonesia.com. Ambon, 12 November 2025. Seorang penumpang maskapai Citilink Indonesia, atas nama HB, menyampaikan protes keras atas dugaan praktik pungutan liar (pungli), pelanggaran prosedur pelayanan, serta penahanan bagasi secara sepihak oleh oknum pegawai Citilink dalam penerbangan rute Jakarta – Langgur (Maluku Tenggara) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Kronologi bermula pada pukul 23.30 WIB, ketika HB melakukan check-in dan mencetak boarding pass untuk dua tiket dalam satu kode booking, masing-masing atas nama dirinya dan saudaranya WRR.
Karena keterlambatan transportasi menuju bandara, penumpang WR tidak sempat boarding. Namun sebelum keberangkatan, HB telah menyerahkan dua KTP (miliknya dan Wage) kepada petugas Citilink, dan seluruh bagasi dengan total 30 kilogram diterima serta ditag atas nama WR.
Dengan demikian, Citilink telah menerima bagasi atas nama penumpang yang tidak ikut terbang, yang sejatinya melanggar prosedur keamanan penerbangan internasional (baggage-passenger reconciliation).
Namun setelah pesawat hendak berangkat, petugas Citilink tiba-tiba memberi tahu bahwa jatah bagasi atas nama WR dianggap hangus, dan HB diminta membayar kelebihan 15 kilogram.Karena waktu keberangkatan sudah sangat mepet, pembayaran belum sempat dilakukan.
Sesampainya di Bandara Pattimura Ambon, pihak Citilink menahan seluruh bagasi sebesar 30 kilogram dan mengancam tidak akan menyerahkannya jika biaya tambahan tidak segera dibayarkan.
Dalam kondisi terdesak karena semua barang pribadi ada di koper, HB akhirnya membayar biaya tersebut dengan terpaksa agar bagasinya bisa diambil.
Yang lebih mencengangkan, pembayaran justru diminta melalui rekening pribadi salah satu pegawai Citilink, bukan melalui sistem resmi perusahaan atau kasir bandara.
“Tag bagasi semuanya atas nama WR, tapi Citilink tetap menerima saat check-in. Setelah mendarat di Ambon, saya diancam tidak boleh ambil koper kalau tidak bayar. Akhirnya saya terpaksa transfer ke rekening pribadi pegawai Citilink. Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tapi bentuk pemerasan terhadap penumpang,”ungkap HB, penumpang yang dirugikan.
Selain dugaan pungli dan pelanggaran prosedur, HB juga menyoroti minimnya sosialisasi dan transparansi Citilink terkait aturan bagasi dan hak penumpang.
Menurutnya, Citilink tidak pernah menjelaskan secara jelas bahwa jatah bagasi penumpang yang tidak jadi berangkat otomatis hangus — baik saat pembelian tiket, check-in, maupun sebelum keberangkatan.
“Kalau memang aturannya seperti itu, seharusnya disampaikan dengan jelas sejak awal. Bukan baru diberitahu ketika penumpang sudah di pesawat atau bahkan setelah mendarat. Cara seperti ini jelas tidak manusiawi dan merugikan penumpang,”tambah HB.
Kejadian ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan prosedur internal, lemahnya pengawasan, dan potensi penyalahgunaan wewenang dalam operasional Citilink.
Sebagai bagian dari grup Garuda Indonesia, Citilink seharusnya menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan etika pelayanan publik.
Melalui rilis ini, HB menuntut Citilink Indonesia untuk segera:
– Memberikan klarifikasi resmi dan permintaan maaf terbuka kepada penumpang atas tindakan tidak profesional yang dilakukan di lapangan.
– Mengembalikan biaya bagasi yang dibayarkan secara terpaksa melalui rekening pribadi pegawai.
– Melakukan investigasi internal menyeluruh terhadap oknum pegawai yang terlibat dalam penerimaan uang di luar sistem resmi.
– Memastikan tidak ada lagi praktik penahanan bagasi tanpa dasar hukum yang jelas.
– Meningkatkan sosialisasi aturan dan hak penumpang agar kejadian serupa tidak terulang.
Selain itu, HB juga berencana melaporkan kasus ini ke Kementerian Perhubungan RI dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) agar dilakukan penyelidikan menyeluruh terhadap praktik pelayanan Citilink di lapangan.
“Citilink harus bertanggung jawab. Tidak ada alasan bagi maskapai sebesar itu membiarkan pegawainya meminta pembayaran lewat rekening pribadi. Ini bukan kesalahan sistem — ini kelalaian dan penyalahgunaan wewenang,”tegas HB.
Kasus ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi otoritas penerbangan dan regulator nasional agar memastikan perlindungan hak-hak konsumen penerbangan berjalan tegas dan transparan.
Penahanan bagasi pribadi serta transaksi di luar kanal resmi perusahaan adalah pelanggaran serius terhadap integritas pelayanan publik.
(Elang Kei)









Komentar