Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Pasar Thumburuni, ikon perdagangan rakyat di Kabupaten Fakfak, kini diguncang isu serius: adanya praktik kotor jual beli lapak dan meja batu yang melibatkan oknum orang dalam (ordal).
Fenomena ini mencoreng wajah pasar rakyat, dengan dugaan transaksi gelap mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah per lapak.
Skandal ini terbongkar setelah Bupati Fakfak, Samaun Dahlan, S.Sos., M.AP, saat melakukan kunjungan ke Pasar Thumburuni (25/09), menerima langsung keluhan para pedagang.
Mereka mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah tegas, termasuk mencopot Kabid Pasar yang dianggap lalai mengawasi dan diduga membiarkan mafia pasar beroperasi.
Modus Transaksi Gelap
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa praktik jual beli lapak dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Pedagang yang ingin menempati lokasi strategis harus membayar “biaya khusus” yang nilainya tidak masuk akal.
Harga lapak yang seharusnya gratis sebagai fasilitas publik dipatok mulai Rp10 juta hingga menembus angka ratusan juta rupiah. Transaksi dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, sering kali hanya bermodalkan kuitansi tidak resmi.
“Kalau tidak bayar, kami tidak dapat tempat. Padahal lapak ini milik daerah, bukan milik pribadi oknum. Kami rakyat kecil jadi korban,” ujar salah seorang pedagang.
Jaringan Mafia Pasar
Muncul dugaan kuat bahwa praktik ini tidak bisa berjalan tanpa dukungan dari oknum aparat pengelola pasar.
Publik bahkan menilai sudah terbentuk jaringan mafia pasar yang melibatkan oknum ASN, ordal, dan pihak luar yang sengaja menjadikan Pasar Thumburuni sebagai ladang bisnis ilegal.
Dampaknya, pedagang kecil semakin terpinggirkan karena hanya mereka yang memiliki uang besar yang bisa “membeli” lapak.
Potensi Pelanggaran Hukum
Jika praktik ini terbukti, setidaknya ada tiga aspek hukum yang dilanggar:
1. UU Tipikor
- Aparatur yang memperjualbelikan lapak pasar dapat dijerat Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara.
2. KUHP
- Transaksi ilegal ini bisa dikategorikan sebagai penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP).
3. UU Pemerintahan Daerah
- Lapak pasar adalah aset daerah. Peralihan hak tanpa prosedur resmi melanggar UU No. 23 Tahun 2014, khususnya pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD).
Selain aspek pidana, hal ini juga merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Desakan Publik: APH Jangan Tutup Mata
Situasi ini memicu desakan keras agar Aparat Penegak Hukum (APH)—mulai dari Kejaksaan, Kepolisian, hingga KPK—turun tangan mengusut tuntas.
“Ini bukan sekadar pelanggaran kecil, tapi sudah masuk kategori korupsi dan perampasan aset negara. Kami minta APH segera bertindak, jangan biarkan rakyat kecil jadi korban permainan mafia,” tegas seorang tokoh masyarakat Fakfak.
Kesimpulan Investigatif
Skandal jual beli lapak Pasar Thumburuni adalah persoalan serius yang bukan hanya melanggar etika birokrasi, tetapi juga berpotensi masuk ke ranah pidana korupsi. Dengan nilai transaksi mencapai ratusan juta rupiah, praktik ini bisa menimbulkan kerugian besar bagi daerah serta memukul telak perekonomian rakyat kecil.
Kini publik menanti langkah nyata: APH harus segera turun, membongkar jaringan mafia pasar, menyita hasil transaksi ilegal, dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau.









Komentar