Berita Damai Hoaks, Wartawan Korban Intimidasi Bantah Keras: “Martabat Jurnalis Tidak Bisa Dibeli”

Uncategorized280 views

Ketapang, KabarSulSel Indonesia.com Pemberitaan salah satu media online dengan judul “Wartawan VS Pekerja Tambang Berakhir Damai” menuai bantahan keras dari pihak korban berinisial R, seorang wartawan yang menjadi korban intimidasi sekelompok orang di lokasi tambang emas ilegal.

R yang juga fotonya terpampang dalam pemberitaan tersebut menegaskan bahwa tidak pernah ada kesepakatan damai secara resmi sebagaimana ditulis media tersebut.

> “Saya merasa keberatan dengan berita itu. Faktanya, tidak ada perjanjian perdamaian ataupun dokumen resmi yang ditandatangani. Jadi, apa yang ditulis itu tidak benar,” tegas R saat dikonfirmasi, Senin (25/8/2025).

Menurut R, pertemuan yang sempat terjadi di salah satu kafe di Ketapang hanya berupa upaya mediasi awal yang dihadiri sejumlah wartawan lain. Namun, tidak ada satu pun keputusan damai, apalagi surat pernyataan hitam di atas putih.

“Yang jelas, belum ada kata sepakat damai, belum ada klarifikasi resmi dari pihak pelaku. Pertemuan lanjutan baru dijadwalkan Selasa (26/8/2025). Jadi berita yang menyebut sudah damai itu jelas mengada-ada,” ungkapnya.

R juga mengaku keberatan karena hingga kini pihak yang diduga pelaku intimidasi belum muncul untuk meminta maaf ataupun melakukan klarifikasi terbuka. Bahkan, video intimidasi yang memperlihatkan dirinya hampir dipukul justru masih beredar di media sosial.

> “Saya minta pihak yang menyebarkan video itu segera membersihkan nama saya. Video itu sudah sangat menjatuhkan martabat saya sebagai wartawan. Jangan sampai jurnalis dipermainkan seolah-olah bisa ditindas lalu diredam dengan berita damai palsu,” ujar R dengan nada tegas.

Kasus ini menjadi sorotan serius karena menyangkut kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di lapangan. Publik pun mempertanyakan etika media yang menayangkan berita tanpa dasar fakta serta tanpa konfirmasi kepada korban.

“Martabat jurnalis tidak bisa dibeli, tidak bisa dipelintir dengan narasi damai yang fiktif. Kalau benar mau damai, buktikan dengan dokumen resmi, bukan sekadar opini untuk menutupi intimidasi,” tutup R.

Sukardi

Komentar