Langgur, Kabarsulsel-Indonesia.com | 6 Agustus 2025 — Di tengah meningkatnya kesadaran publik terhadap hak-hak konsumen layanan publik, muncul satu ironi di halaman parkir Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karel Satsuitubun Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara: selembar karcis parkir dibagikan kepada pengguna jasa tanpa satu pun menyebutkan dasar hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi payung legal retribusi tersebut.
Karcis itu—yang seharusnya menjadi bukti sah transaksi antara penyedia dan pengguna jasa—justru memunculkan pertanyaan krusial: apakah pengelolaan parkir di rumah sakit milik pemerintah ini telah berjalan sesuai dengan kaidah hukum dan prinsip akuntabilitas publik?
Salah satu warga yang vokal menyuarakan kegelisahan ini adalah Fadly Bugis, tokoh masyarakat yang dikenal aktif menyoroti kebijakan publik. Di kediamannya pada Selasa, 5 Agustus 2025, Fadly menyampaikan bahwa absennya nomor dan tahun Perda dalam karcis parkir bukan persoalan sepele.
“Harus ada Perda yang mengatur tentang bukti transaksi antara penyedia dan pengguna jasa, berupa karcis parkir sebagai bukti resmi. Ini bukan hanya soal prosedur administratif, tapi menyangkut hak hukum konsumen,” ujarnya lugas.
Fadly menegaskan, karcis parkir bukan semata-mata kertas tak bernilai. Ia adalah dokumen kecil yang membawa konsekuensi besar. Dalam kasus kehilangan kendaraan, misalnya, karcis tersebut menjadi alat bukti utama dalam proses klaim asuransi atau gugatan tanggung jawab dari pihak pengelola.
“Kalau tidak ada dasar hukumnya, bagaimana kita bisa menuntut pertanggungjawaban? Ini bukan sekadar retribusi, ini soal perlindungan konsumen,” tambahnya.
Kritik ini mencerminkan urgensi kehadiran Perda khusus yang mengatur pengelolaan jasa parkir secara holistik—dari tarif, standar pelayanan, hak dan kewajiban pengguna dan pengelola, hingga mekanisme sanksi.
Ketiadaan Perda juga membuka celah lebar bagi potensi penyimpangan. Tanpa regulasi yang jelas, siapa yang bisa menjamin bahwa retribusi yang dipungut setiap hari itu benar-benar masuk ke kas daerah dan bukan ke kantong pribadi?
“Nantinya, kalau Perda ini disahkan, akan ada sanksi dan tanggung jawab yang jelas bagi penyelenggara parkir. Jika ada kehilangan dan pengguna memiliki karcis, maka pengelola wajib mengganti kerugian,” tegas Fadly.
Namun ia juga mengingatkan agar regulasi tidak hanya menjadi alat untuk menaikkan tarif. Fokusnya harus pada pembenahan sistem, peningkatan transparansi, dan perlindungan hak pengguna.
“Jangan hanya berpikir tentang tarif, pikirkan sistem, skema kerja sama, serta kejelasan hak dan kewajiban antara penyelenggara dan pengguna jasa,” tutupnya.
Analisis Redaksi
Kasus karcis parkir RSUD Langgur ini seolah membuka kotak pandora pengelolaan retribusi di daerah. Di satu sisi, pemerintah daerah tampak antusias meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun di sisi lain tampak abai terhadap kelengkapan instrumen hukum yang seharusnya menjadi fondasi utama.
Ini menjadi cermin buram tata kelola pelayanan publik di banyak daerah: pungut dulu, atur belakangan. Padahal, dalam prinsip good governance, legitimasi kebijakan harus mendahului pelaksanaan.
Pertanyaannya kini: beranikah Pemerintah Daerah Maluku Tenggara menyusun dan mengesahkan Perda Parkir yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat? Atau akan terus membiarkan selembar karcis tak bernyawa itu menjadi simbol kegagalan negara melindungi warganya, bahkan hanya untuk sekadar parkir?









Komentar