Saumlaki, Kabarsulsel-Indonesia.com | Malam itu, 21 Juli 2025, sekitar pukul 20.30 WIT, lorong kecil di Desa Sifnana, Kecamatan Tanimbar Selatan, mendadak ramai. Suara langkah cepat petugas dan pekikan warga memecah keheningan. Sebuah penggerebekan perjudian di kamar kos di Lorong 6 berlangsung dramatis.
Lima orang tengah asyik bermain kartu dan uang taruhan berserakan. Salah satu dari mereka, tak lain adalah Edy Moniharapon, seorang purnawirawan polisi yang selama ini dikenal sebagai tokoh masyarakat di Saumlaki.
Aksi ini dipicu laporan warga yang telah lama memantau aktivitas mencurigakan di tempat tersebut. Astin, pelapor pertama, mengungkapkan bahwa keresahan warga telah mencapai puncaknya.
“Kami diam bukan karena takut, tapi menunggu waktu yang tepat. Dan malam ini saatnya,” ujarnya tegas.
Barang bukti berupa uang taruhan dan kartu Joker ditemukan berserakan. Selain Edy, empat pelaku lain yakni Yanto Matkusa (tukang ojek), dua ibu rumah tangga bernama Ena dan Mina Rahael, serta satu pria belum teridentifikasi, langsung diamankan oleh Bhabinkamtibmas Sifnana, Mikel, yang turut hadir di lokasi. Ia menyatakan telah menghubungi piket Reskrim Polres untuk tindak lanjut. Namun hingga larut malam, para pelaku belum juga dibawa ke Polres.
“Kami sudah koordinasi dengan Reskrim. Ini sedang diproses,” ujar Mikel. Tapi penundaan itu justru menyulut kecurigaan.
“Mengapa belum dibawa? Jangan-jangan ada permainan? Ini kan sudah jelas bukti dan pengakuannya,” kata seorang warga yang ikut menyaksikan penggerebekan.
Yang lebih mengejutkan, Edy Moniharapon sempat mengakui kesalahannya di depan warga dan aparat, namun kemudian menghilang dan tidak pernah hadir di Polres. Dugaan pelarian ini membuat warga semakin geram dan mempertanyakan integritas penegakan hukum oleh Polres Kepulauan Tanimbar.
Warga akhirnya melayangkan surat pengaduan resmi kepada Kapolres, disertai dokumentasi dan video sebagai bukti. Mereka menuntut agar proses hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk kepada mantan aparat negara sekalipun.
“Kami tidak butuh pembinaan, kami ingin keadilan. Ini bukan sekadar pelanggaran moral, tapi juga uji bagi profesionalisme aparat dalam menegakkan hukum,” tegas salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Pasal 303 KUHP tentang perjudian pun kembali digaungkan warga sebagai dasar hukum.
“Negara ini negara hukum. Kalau hukum hanya tajam ke bawah, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada institusi penegak hukum itu sendiri,” lanjut tokoh tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Polres Kepulauan Tanimbar terkait status para pelaku maupun kelanjutan kasus ini.
Namun tekanan publik kian menguat, mengingat lokasi tersebut sudah lama dicurigai sebagai tempat praktik judi terselubung.
Sementara itu, warga Sifnana memilih untuk tetap berjaga dan bergiliran memantau area kos-kosan tersebut agar tidak dijadikan lokasi maksiat berulang kali. Identitas lengkap para pelaku juga telah disebarkan ke pihak aparat untuk mencegah penghilangan jejak dan intervensi dari oknum tak bertanggung jawab.
Kasus ini bisa menjadi batu ujian penting bagi Polres Kepulauan Tanimbar—apakah hukum sungguh ditegakkan dengan adil, atau hanya sebatas retorika di hadapan masyarakat yang semakin cerdas dan tak lagi mudah dibungkam.









Komentar