Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Ketegangan memuncak di Kampus Politeknik Negeri Fakfak (Polinef), Jumat (11/7), setelah belasan warga yang mengaku sebagai pemilik hak ulayat menduduki area kampus dan melakukan pemalangan.
Aksi ini bukan hanya sebatas menutup akses kampus. Massa juga mengeluarkan sejumlah fasilitas kampus—termasuk meja, kursi, dan tiang pataka—dari dalam gedung ke halaman kampus sebagai bentuk protes atas persoalan yang belum kunjung terselesaikan.

Mama Nani, salah satu perwakilan pemilik hak ulayat, menjelaskan kepada wartawan bahwa pemalangan ini dipicu kekecewaan mendalam, terutama setelah kunjungan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Diktisaintek) ke Polinef pada Jumat pekan lalu (4/7). Dalam kunjungan tersebut, Menteri menyerahkan bantuan KIP-K kepada 10 mahasiswa perwakilan penerima manfaat.
“Yang bikin kami sakit hati, dari 10 mahasiswa penerima bantuan itu, tidak satu pun anak asli Fakfak. Padahal kampus berdiri di atas tanah ulayat kami,” tegas Mama Nani.
Menurutnya, keberadaan kampus yang belum memberikan kejelasan kompensasi atas pemanfaatan tanah menjadi sumber persoalan utama. Warga merasa hak-hak mereka diabaikan, sementara aktivitas kampus terus berjalan tanpa penyelesaian ganti rugi.
Senada dengan Mama Nani, Abusalam Weripi menegaskan bahwa pihaknya memberi syarat tegas. Jika kampus Polinef ingin kembali beroperasi normal, pemerintah maupun pihak terkait wajib membayarkan kompensasi hak ulayat senilai Rp3 miliar.
“Kami tidak akan membuka palang sampai ada pembayaran. Ini hak kami yang sudah lama tidak dipenuhi,” kata Abusalam.
Hingga berita ini diturunkan, aktivitas akademik di Polinef praktis lumpuh akibat pemalangan tersebut. Pemerintah daerah dan pihak kampus belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan kompensasi yang diajukan pemilik hak ulayat.









Komentar