Gabungan organisasi Katolik di Fakfak mendesak proses PAW MRP Papua Barat berjalan sesuai hukum, sembari menolak manuver kelompok yang dianggap sarat kepentingan.
————————-
FAKFAK, Kabarsulsel-Indonesia.com | Gelombang penolakan terhadap proses yang dinilai menyimpang dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) kembali mencuat. Kali ini datang dari jantung Katolik Tanah Mbaham, Kabupaten Fakfak. Sekelompok tokoh awam dan organisasi keagamaan Katolik menyatakan sikap. Tegas. Terbuka. Dan menyeluruh.
Berlokasi di Fakfak, Senin, 23 Juni 2025, mereka mengeluarkan pernyataan sikap resmi yang menyasar langsung substansi persoalan: keabsahan proses PAW dari jalur pengangkatan agama Katolik.
Sikap ini lahir dari kekhawatiran akan memburuknya tatanan demokrasi representatif jika intervensi politik dibiarkan merambah ruang keagamaan.
“Kami berdiri bersama proses yang konstitusional, bukan manipulasi kelompok,” ujar Fredy Warpopor, tokoh muda awam Katolik Fakfak.
Ia menambahkan, sebagai sesama umat awam Katolik, semua pihak seharusnya dapat menjaga martabat Gereja dan mengedepankan aturan yang berlaku.
“Sebagai sesama kaum awam Katolik, tidak perlu berambisi berlebihan hingga mencederai kehormatan Gereja. Mari hormati dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami mendorong KESBANGPOL Provinsi Papua Barat segera menetapkan calon anggota MRP Papua Barat dari daftar tunggu yang sah untuk pergantian antar waktu,” ujarnya.
“Kami juga menghormati rekomendasi uskup sejak awal kepada saudara Cyrillus Adopak. Jangan diubah di tengah jalan dengan rekomendasi lain, kecuali memang tidak ada lagi calon dari unsur agama Katolik. Maka kita semua harus tunduk pada keputusan dan suara gembala kita,” tandas Warpopor.
Tokoh dan organisasi ini menyatakan dukungan penuh kepada KESBANGPOL Provinsi Papua Barat agar menjalankan proses PAW sesuai dengan Peraturan Gubernur Papua Barat No. 8 Tahun 2022, terutama Pasal 22 ayat (2), yang mengatur bahwa pengganti antar waktu harus berasal dari daftar urut hasil musyawarah sebelumnya.
Dalam hal ini, nama Cyrillus Adopak, SE., MM. disebut sebagai calon sah dan terverifikasi, sesuai dengan SK Panitia Pemilihan MRPB Nomor 15/SK/PANPEL-MRPB/5/2023.
Di sisi lain, mereka menolak keras manuver yang dilakukan oleh kelompok kecil yang menamakan diri “Komunitas Doa Katolik Etnis Papua.” Surat dukungan yang mereka edarkan dianggap tidak mencerminkan suara Gereja Katolik secara universal, melainkan didorong oleh kepentingan personal.
Pernyataan ini juga menyentil nama Vitalis Yumte, mantan panitia seleksi anggota MRP yang justru terlibat dalam pusaran polemik.
“Ia memahami aturan, tapi justru mengaburkannya,” kata Yeheskel Hegemur, SH, tokoh muda Katolik Tanah Mbaham.
Sementara itu, Alloisius B. Yeum juga ditolak secara terbuka karena tidak pernah terdaftar dalam hasil seleksi resmi dan tidak mengikuti proses pemilihan.
“Nama ini tidak muncul dalam proses resmi. Maka pengangkatannya cacat sejak awal,” tegas Engelbertus Gewab, S.Sos, Ketua Dewan Paroki St. Paulus Wagom.
Gabungan ini mengajak seluruh elemen umat Katolik di Papua Barat agar tidak terjebak pada kepentingan pragmatis.
“Gereja bukan panggung politik. MRP bukan warisan pribadi. Ini soal integritas dan marwah lembaga,” ujar Bartolomeus Nauri, Ketua Pemuda Katolik Cabang Fakfak.
Komentar