Melahirkan di Tengah Riam: Ketika Jalan Menuju Ketapang Terlalu Jauh

Ketapang, Kabarsulsel-Indonesia.com | Pada Kamis pagi, 24 April, jerit pertama seorang bayi pecah di sebuah rumah sederhana di Desa Randau Jungkal, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Bayi itu lahir bukan di rumah sakit, bukan pula di puskesmas.

Ia lahir di rumah warga, dalam kondisi darurat, setelah sang ibu kehabisan waktu dan tenaga untuk menempuh perjalanan panjang menuju fasilitas kesehatan yang layak.

Ialah Dinda, warga Desa Beginci Darat, Kecamatan Hulu Sungai—sebuah kampung yang terpencil dan terisolir. Malam sebelumnya, sekitar pukul 23.00, ketubannya pecah.

Namun Beginci Darat bukan tempat yang menawarkan kemewahan seperti ambulans sigap, atau jalan beraspal mulus.

Untuk mencapai pusat layanan kesehatan terdekat, satu-satunya pilihan adalah menyusuri sungai berarus deras, penuh riam, dengan speedboat.

Pagi-pagi buta, sekitar pukul 06.30, keluarga Dinda bergegas menuruni sungai. Speedboat sempat mogok, memaksa mereka berjibaku dengan waktu.

“Sangat menegangkan. Semua serba darurat,” kata Sukayat, kerabat Dinda, yang ikut dalam perjalanan itu.

Kondisi semakin gawat ketika bidan desa yang ikut mendampingi menyadari kepala bayi sudah keluar.

“Kami panik. Tidak mungkin lanjut ke Ketapang,” ujar Sukayat.

Mereka segera mengarahkan perahu ke Randau Jungkal, desa terdekat. Di sanalah, dengan bantuan bidan desa dan perawat dari Puskesmas Hulu Sungai yang sudah lebih dahulu tiba menggunakan ambulans, persalinan berhasil dilakukan. Dinda dan bayinya selamat.

Sukayat mengaku haru atas pertolongan warga Randau Jungkal.

“Kami hanya bisa berterima kasih sebesar-besarnya. Tuhan saja yang bisa membalas,” ucapnya.

Namun rasa syukur itu dibarengi kegetiran. Kisah Dinda bukan yang pertama, dan boleh jadi bukan yang terakhir. Beginci Darat dan banyak desa di Hulu Sungai masih menanti sentuhan infrastruktur dasar. Jalan darat tak kunjung dibangun. Untuk melahirkan saja, warga harus menantang maut.

“Rencana rujuk ke Ketapang, ujung-ujungnya numpang lahiran di rumah warga. Beginilah kalau tidak ada jalan. Semua serba susah,” kata Sukayat.

Ia berharap, di bawah kepemimpinan Bupati baru Ketapang nanti, suara-suara dari pedalaman seperti Beginci Darat tak lagi luput dari perhatian.

Sebab pembangunan seharusnya bukan soal kota yang makin terang, tapi juga tentang kampung yang tak lagi gelap dan sunyi.

Writter : Sukardi | Editor : Red

Komentar