TEMBAKAN PERINGATAN DARI TENTARA, PRABOWO HARUS DENGAR: JANGAN LENGAH!

OPINI61 views

Oleh: Edy Mulyadi, Wartawan Senior

Kabarsulsel-Indonesia.com | Ada yang menarik sekaligus penting dari peristiwa di Jakarta, 17 April 2025 silam. Ratusan jenderal dan kolonel purnawirawan TN lintas matra bicara lantang. Mereka bersuara, dalam bahasa militer. Ini bukan cuma pernyataan. Ini tembakan peringatan.

Delapan butir mereka sodorkan kepada Presiden Prabowo. Bukan asal bunyi. Ini suara nurani. Tanda bahwa bangsa sedang dalam kondisi darurat. Para patriot itu tak rela NKRI karam.

Nama-nama mereka bukan kaleng-kaleng. Ada jenderal TNI (Purn) Try Soetrisno, mantan Wapres RI. Jenderal (Purn) Fachrul Razi, eks Wapang TNI. Juga ada Jenderal Tyasno Soedarto (eks KSAD), Laksamana Slamet Soebijanto (eks KSAL), dan Marsekal Hanafi Asnan (eks KSAU). Ini formasi penuh. Udara, laut, darat. Lengkap.

Seruan dalam bentuk pernyataan sikap ini harus Prabowo benar-benar anggap serius. Bayangkan, ada 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel ikut tandatangan. Di halaman depan, selain kelima jenderal bintang empat tadi, juga ada tandatangan Jenderal TNI (Purn) Try Soetrisno.

Mari simak baik-baik kedelapan butir itu. Pertama, kembali ke UUD 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata kelola pemerintahan. Ini bukan nostalgia. Ini koreksi arah bangsa. UUD hasil amandemen empat kali, jelas-jelas menyimpang. Kedaulatan rakyat dirampas elit. Pasal 33—yang pro-ekonomi kerakyatan—dikebiri. Kekuatan asing dan aseng leluasa kuasai SDA. Reformasi dibajak. Rakyat dijebak.

Kedua, mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.

Ini sinyal. Rakyat baiknya kawal Prabowo. Jangan sampai masuk orang-orang titipan. Apalagi sisa kekuasaan lama yang sarat masalah. Gibran adalah ancaman. Bukan saja bagi Prabowo, tapi buat masa depan bangsa.

Selain itu, kabinet bukan ajang bagi-bagi jatah. Tapi ladang pengabdian. Kalau kabinet isinya orang rakus dan busuk, alamat rakyat makin terpuruk.

Ketiga, menghentikan PSN Pik 2, PSN Rempang, dan kasus-kasus serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat. Juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Proyek Strategis Nasional (PSN) ternyata jadi alat penindasan. Negara seharusnya melindungi rakyat, bukan justru jadi kaki tangan oligarki rakus. Ini pengkhianatan terang-terangan.

4. Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI. Metekaembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya. Ini sudah jadi keresahan nasional. Di Morowali, Konawe, Halmahera, bahkan sampai Papua. Buruh-buruh asing China kerja di sini. Gaji lebih besar. Fasilitas lebih mewah. Sementara anak negeri jadi penonton. Parahnya, banyak yang ilegal. Masuk diam-diam. Dibiarkan. Siapa bekingnya?

Kelima, Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3. Singkat kata, tertibkan tambang. Data KPK menyebut ada 3.000 lebih tambang ilegal. Dari emas, nikel, batu bara, semuanya dirampok. Hutan rusak. Sungai tercemar. Warga menderita. Negara rugi triliunan. Tapi para cukong tetap bebas. Karena mereka punya pelindung: oknum aparat, pejabat, juga politisi. Inilah wajah tambang kita: rakus, brutal, dan jahat!

Keenam, melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

Kita menyebut poin keenam dengan reshuffle menteri busuk. Pernyataan ini keras. Tapi perlu. Kabinet mendatang harus bersih. Jangan ada menteri titipan mantan presiden. Apalagi yang diduga korup. Rakyat sudah muak. Muka-muka lama yang hobi tipu rakyat, seharusnya disingkirkan. Kalau Prabowo serius ingin ubah negeri, mulailah dari pilih menteri yang bersih dan jujur.

Ketujuh, mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri. Hari ini Polri seperti lembaga super. Bisa bisnis. Bisa berpolitik. Langganan dan doyan represi. Nyaris bisa semua, tapi lupa tugas utama: jaga keamanan dan ketertiban. Lihat kasus penembakan. Kasus judi online. Kasus pemilu. Semua ada jejak Polri. Bahkan jadi alat kekuasaan.

Katanya Polri nelindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat. Faktanya rakyat jadi musuh. Rakyat justru diawasi dan ditakuti.

Delapan, mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Ini bom waktu. Gugatan hukum pemilihan Gibran sebagai Wapres bukan berbasis jsapan jempol. Jelas ada pelanggaran konstitusi. Putusan MK sarat konflik kepentingan. Etikanya rusak. Praktiknya manipulatif. Kalau dibiarkan, legitimasi pemerintahan Prabowo terancam. Rakyat bisa marah. Bangsa bisa pecah.

Delapan butir pernyataan tersebut bukan angin lalu. Ini warning keras. Negeri ini sedang sakit. Harus ada yang pasang badan. Para jenderal sudah mulai. Kita rakyat, jangan diam. Saatnya bersatu. Kawal negeri. Lawan pengkhianat. Bangun masa depan. Dengan darah, air mata, dan keteguhan.

Bila para patriot sudah bersuara, hanya pengkhianat yang tetap membisu.

Jakarta, 20 April 2005.

Komentar