Maluku Tenggara, Kabarsulsel-Indonesia.com | Konflik berdarah yang berulang di Taman Landmark Maluku Tenggara kini mencapai titik tragis dengan jatuhnya korban jiwa.
Ketua BPC GMKI Tual-Malra, Patrisius Omaratan, secara tegas menuding pemerintah daerah sengaja membiarkan konflik ini terus berlarut tanpa solusi nyata. Ia juga menilai kepemimpinan Kapolres Maluku Tenggara gagal total dalam menjaga stabilitas keamanan dan kepercayaan publik.
“Pemerintah daerah seperti menutup mata terhadap krisis ini! Kami dari GMKI sudah lama mengusulkan pembentukan organisasi kepemudaan di setiap ohoi dan kompleks sebagai upaya preventif. Namun, ironisnya, usulan ini diabaikan begitu saja. Sekarang, korban sudah berjatuhan—apa lagi yang ditunggu?” seru Omaratan dengan nada geram.
Menurutnya, ketidakmampuan pemda dalam meredam konflik sosial ini adalah bentuk kelalaian fatal yang mengorbankan nyawa rakyatnya sendiri. Pemerintah seharusnya mengambil langkah konkret untuk mengakhiri siklus kekerasan, bukan justru bersikap pasif.
Tak hanya itu, GMKI juga menyoroti lemahnya penegakan hukum yang dianggap semakin memperparah situasi.
“Kapolres Malra gagal total dalam menciptakan keamanan. Kejahatan terus merajalela, konflik semakin masif, dan masyarakat justru semakin kehilangan kepercayaan terhadap institusi Polri. Ada dugaan kuat maladministrasi dalam tubuh Polres Maluku Tenggara yang perlu diusut tuntas,” tegasnya.
Atas dasar itu, GMKI secara lantang meminta Kapolda Maluku segera mencopot Kapolres Malra sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kegagalan ini.
Menurut Omaratan, sudah saatnya institusi kepolisian dipimpin oleh sosok yang berani bertindak tegas dan berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan sekadar menjalankan rutinitas birokratis tanpa solusi nyata.
Di tengah kemarahan publik yang memuncak, Omaratan tetap mengimbau masyarakat untuk menahan diri dan tidak mudah terprovokasi.
“Kita harus tetap menjaga ketertiban, tetapi juga harus berani bersuara lantang melawan ketidakadilan. Jangan biarkan pemerintah dan aparat lepas tangan atas derita rakyatnya sendiri!” pungkasnya.
Bentrok yang terus terjadi di Maluku Tenggara bukan sekadar konflik antarwarga, tetapi cerminan dari kelumpuhan kepemimpinan daerah dan lemahnya penegakan hukum. Sampai kapan tragedi ini dibiarkan berulang? Masyarakat menanti jawaban, bukan sekadar janji!
Komentar