Pala Tomandin, Emas Hijau Fakfak yang Berpotensi Tambah PAD Rp 781 Juta per Tahun

Fakfak, Kabarsulsel-Indonesia.com | Kabupaten Fakfak semakin serius menggarap potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perkebunan, salah satunya melalui komoditas unggulan Pala Tomandin.

Dengan volume perdagangan antar pulau yang signifikan, pala bukan hanya menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga berpeluang besar menambah pemasukan kas daerah hingga Rp 781 juta per tahun.

Hal ini disampaikan Plt. Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmoro Jati, ST, MT menanggapi pemikiran positif publik terkait PAD Fakfak Bisa di peroleh dari hasil penjualan Pala

Strategi Pemda Fakfak: Optimalkan PAD dari Pala Tomandin

Seiring dengan kebijakan pemerintah pusat yang memangkas dana transfer ke daerah, Pemerintah Kabupaten Fakfak berupaya mencari sumber PAD yang lebih mandiri. Salah satu strateginya adalah mengoptimalkan potensi ekonomi Pala Tomandin dengan menerapkan retribusi berbasis layanan pemerintah daerah terhadap produk ini.

Plt. Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmoro Jati, ST, MT, menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai perangkat teknis untuk mendukung kebijakan ini.

“Kami memiliki data perdagangan antar pulau dari hasil uji mutu pala sebagai dasar penerapan retribusi. Infrastruktur pendukung seperti laboratorium pengujian mutu juga sudah tersedia,” ujarnya.

Dinas Perkebunan Fakfak telah membentuk Tim Pengendali Komoditas Pala berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 500.8-121 Tahun 2024.

Tim ini melibatkan berbagai instansi teknis, termasuk Kantor Karantina, Bea Cukai, Pelindo, KP3, Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Pala (MPIG-PTF), serta para pelaku usaha pala.

Kehadiran tim ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem perdagangan pala di Fakfak, termasuk dalam hal pengawasan dan pengelolaan retribusi.

Retribusi Pala: Sumber Baru PAD Fakfak

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi hanya akan dikenakan pada produk pala yang memperoleh intervensi langsung dari pemerintah daerah, seperti penggunaan alat pengujian mutu dan sertifikasi benih.

Menurut Widhi Asmoro Jati, mekanisme pungutan retribusi cukup sederhana.

“Dengan adanya data uji mutu dan sertifikasi benih, maka dapat menjadi dasar pemungutan retribusi oleh instansi berwenang,” jelasnya.

Besaran retribusi yang ditetapkan dalam Perda tersebut jika di rata-ratakan atau menggunakan estimasi nilai tengah maka diperoleh harga tengah dari Nilai Pungutan Perda yakni: Pala kulit: Rp 350/kg; Bunga/fuli pala: Rp 1.000/kg; Bibit pala: Rp 1.000/pohon anakan, sebagai dasar acuan untuk menghitung Kontribusi Produksi Pala Tomandin yang diperdagangkan antar pulau.

Dengan data pengiriman antar pulau tahun 2024 yang mencapai 1.632,7 ton —terdiri dari 1.339,9 ton pala kulit dan pala olahan, 292,8 ton bunga pala, serta sekitar 20.000 bibit pala dari tiga penangkar di Fakfak — estimasi kontribusi PAD dari sektor ini diperkirakan mencapai Rp 781,76 juta per tahun. Nilai PAD tersebut dapat mengalami fluktuatif tergantung dari tingkat produksi pala setiap tahun.

Regulasi Turunan Jadi Kunci Implementasi Pungutan Retribusi

Meski potensi retribusi dari Pala Tomandin sudah tergambar jelas, pelaksanaan pungutan masih menunggu regulasi turunan berupa Peraturan Bupati sebagai payung hukum implementasi Perda. Hingga kini, aturan tersebut masih dalam tahap penyusunan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bertanggung jawab atas pemungutan retribusi.

Dengan kondisi keuangan negara yang semakin ketat, percepatan regulasi ini menjadi harapan besar bagi Pemerintah Kabupaten Fakfak. Jika aturan pelaksanaan segera disahkan, optimalisasi PAD dari sektor perkebunan dapat menjadi solusi konkret untuk menjaga stabilitas keuangan daerah.

Pala Tomandin, sebagai “emas hijau” Fakfak, bukan hanya menjadi kebanggaan daerah tetapi juga sumber kesejahteraan masyarakat serta fondasi baru bagi kemandirian ekonomi Fakfak.

Komentar