Saumlaki – Kabarsulsel-Indonesia.com |
Rumah Sakit Dr. Johannes Laimena, Ambon, yang seharusnya menjadi rujukan utama bagi Provinsi Maluku dan Maluku Utara, diduga berlaku diskriminatif terhadap pasien BPJS.
Salah satu pasien rujukan dari RS PP Magrety Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), yang dijadwalkan menjalani operasi pada 03 Oktober 2024, batal dioperasi karena alasan tidak tersedianya obat bius, Rabu (02/10/2024).
Orangtua pasien mengungkapkan kekecewaannya setelah mendapati operasi anaknya, seorang siswi SMA, dibatalkan secara sepihak. Padahal, mereka telah mengikuti semua instruksi rumah sakit, termasuk puasa persiapan operasi.
Mereka melaporkan bahwa sejak 12 September, pihak rumah sakit telah menjanjikan bahwa operasi akan dilakukan pada 03 Oktober, namun saat mereka kembali untuk persiapan, pihak rumah sakit menyampaikan alasan mengejutkan: tidak ada bius.
“Kami sudah menunggu lebih dari sebulan untuk operasi ini, tapi tiba-tiba pihak rumah sakit mengatakan bius habis. Ini alasan yang tidak masuk akal untuk rumah sakit rujukan sekelas RS Dr. Johannes Laimena,” ujar orang tua pasien dengan nada kecewa.
Mereka mempertanyakan apakah keterlambatan dan pengabaian ini disebabkan karena mereka adalah pengguna BPJS.
“Kami merasa diperlakukan tidak adil hanya karena menggunakan BPJS. Kalau memang BPJS menjadi alasan anak kami tak segera dioperasi, seharusnya pihak rumah sakit transparan, bukan mencari alasan kehabisan bius,” tegasnya.
Kekecewaan ini semakin mendalam karena anak mereka terpaksa harus menunda pendidikannya akibat keterlambatan operasi ini. Mereka juga merasa terbebani dengan biaya hidup di Ambon yang semakin lama semakin berat.
“Apakah pemerintah Provinsi Maluku dan DPRD tidak akan turun tangan menghadapi situasi ini? RS Dr. Johannes Laimena seolah-olah memandang sebelah mata masyarakat miskin yang menggunakan BPJS. Praktek ini mempertegas bahwa orang miskin dilarang sakit di Maluku,” lanjutnya.
Pihak keluarga berharap agar operasi segera dilakukan dan tidak ada lagi alasan yang merugikan pasien. “Kami hanya ingin anak kami segera dioperasi, karena biaya hidup di Ambon semakin berat bagi kami,” pungkasnya.
Kritik keras ini meminta perhatian serius dari pemerintah daerah agar tidak membiarkan praktik pilih kasih di dunia kesehatan terus berlangsung.
Komentar