Mari Saling Mengakui dan Menerima, Pemilukada Bukan untuk Berbeda

Oleh : Pdt. Victor Th Furima, S.Th., M.Si

Kabarsulsel-Indonesia.com | Opini – Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) serentak merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi di sebuah negara.

Dalam konteks teologis, pemilukada seharusnya tidak menjadi ajang untuk perpecahan atau perbedaan yang tajam antara sesama anggota masyarakat, melainkan sebagai kesempatan untuk mempererat persatuan dan saling menghargai.

  • Nilai Persatuan dalam Teologi:

Dalam banyak tradisi teologi, persatuan dan kesatuan merupakan nilai yang sangat dihargai. Sebagai contoh, dalam tradisi Kristen, Kitab Efesus 4:3 menekankan pentingnya “berusaha memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera.” Pemilukada seharusnya dilihat sebagai kesempatan untuk mewujudkan nilai-nilai ini, bukan sebagai ajang untuk memperburuk perpecahan.

  • Pengakuan dan Penerimaan:

Mengakui dan menerima satu sama lain, terlepas dari perbedaan politik, merupakan manifestasi dari kasih dan penghormatan terhadap martabat manusia. Teologi sering kali mengajarkan pentingnya saling memahami dan menghargai, seperti yang diungkapkan dalam Matius 22:39, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Pemilukada harus dihadapi dengan semangat saling mengakui dan menerima perbedaan pendapat, sambil tetap fokus pada tujuan bersama untuk kemajuan masyarakat sebab Alkitab menyatakan dalam Roma 15: 7 “Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah”.

  • Pemilukada sebagai Sarana Pembelajaran:

Pemilukada juga bisa menjadi sarana untuk pendidikan politik dan spiritual. Ini adalah waktu untuk refleksi tentang bagaimana kita dapat hidup berdampingan dengan berbagai pandangan dan kepentingan. Teologi mengajarkan bahwa perbedaan pendapat bisa menjadi kesempatan untuk memperdalam pemahaman dan meningkatkan kebersamaan, bukan untuk menjadikan perbedaan sebagai alasan konflik.

  • Menjaga Kedamaian dan Persatuan:

Sebagai warga negara, penting untuk menjaga kedamaian dan persatuan selama proses pemilukada. Dalam banyak ajaran teologis, kedamaian adalah buah dari kasih dan keadilan. Pemilukada yang penuh damai dan penuh hormat mencerminkan komitmen kita terhadap nilai-nilai tersebut.

  • Mengatasi Ketegangan:

Ketegangan yang mungkin muncul selama pemilukada dapat dikelola dengan bijaksana jika kita terus-menerus mengingat prinsip-prinsip teologis yang mengajarkan kita untuk saling memahami dan menghargai. Dialog terbuka dan toleransi adalah kunci untuk mengatasi perbedaan yang ada.

Kesimpulan:

Pertarungan politik dalam pemilu adalah sebuah mekanisme untuk mendapat kesempatan menjadi pemimpin secara terhormat di Republik ini, sarana partai politik bukan di maksudkan sebagai simbol pemecah belah keluarga.

Intinya berjiwa besar, berjuang dan menang bersama untuk membangun Papua Barat terkhususnya Fak-fak Kaimana yang bermutu sesuai dengan program pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi yang unggul dan mengelola sda guna berdampak besar bagi rakyat Papua Barat, terkhususnya Fakfak dan Kaimana.

Dalam kerangka teologis, pemilukada serentak seharusnya bukan menjadi sumber perpecahan, melainkan kesempatan untuk memperkuat persatuan dan saling menghargai.

Dengan saling mengakui dan menerima satu sama lain, kita tidak hanya memenuhi tuntutan demokrasi, tetapi juga mewujudkan nilai-nilai spiritual yang mengajarkan kita untuk hidup berdampingan dalam kedamaian dan harmoni.

Gerakan antisipasi diri

  1. Lebih Baik Tidak Menyebarkan Isu-isu Politik di Media Sosial.
  2. Saling Menghormati Tidak Menghakimi

Komentar