Jakarta, Kabarsulsel-Indonesia.com | Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KOMAK) dan Aliansi Pemuda Mandiri (APMA) melayangkan kritik tajam kepada DPP Partai Golkar dengan mengirimkan karangan bunga sindiran ke kantor pusat partai tersebut di Slipi, Jakarta Barat, pada Senin (26/8/2024).
Langkah ini diambil sebagai respons atas keputusan Partai Golkar yang memberikan rekomendasi kepada M. Fawaid, calon Bupati Jember, yang terindikasi kuat terlibat dalam kasus korupsi dana hibah DPRD Jawa Timur.
M. Fawaid, yang saat ini menjabat sebagai Anggota DPRD Jatim dan dikenal dengan sebutan Gus Fawaid, sedang dalam pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI terkait dugaan keterlibatannya dalam penggelapan dana hibah yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Kasus ini telah mengguncang Jawa Timur, mengundang perhatian luas dari publik.
“Kami mengirim karangan bunga sindiran ini karena sangat prihatin dengan keputusan DPP Partai Golkar yang tetap merekomendasikan M. Fawaid sebagai calon Bupati Jember, meskipun dia terindikasi kuat terlibat korupsi,” ujar Budiman, Koordinator KOMAK, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/8/2024) di Jakarta.
Menurut Budiman, tindakan Golkar ini menunjukkan kurangnya kehati-hatian dalam memilih kandidat, mengingat masih banyak figur berintegritas yang layak diusung.
Budiman juga mempertanyakan motivasi di balik keputusan Partai Golkar yang seolah mengabaikan fakta-fakta yang mengarah pada keterlibatan Gus Fawaid dalam skandal korupsi besar.
“Partai besar seperti Golkar seharusnya lebih bijak dalam memilih kandidat, bukan malah mengajukan sosok yang masih dalam pengawasan KPK,” tegasnya.
Senada dengan Budiman, Ketua APMA, Aldegar Albialdo Khrisma M., juga mengkritik partai-partai politik lain yang turut mendukung pencalonan Gus Fawaid.
Menurutnya, keputusan untuk mengusung seseorang yang sedang diselidiki oleh KPK berisiko besar, baik secara politik maupun bagi masa depan Kabupaten Jember.
“Apa yang akan terjadi jika Gus Fawaid terpilih sebagai Bupati Jember dan kemudian menjadi tersangka atau bahkan terpidana? Ini jelas langkah yang sangat gegabah,” ujar Aldo dengan nada heran.
KOMAK dan APMA juga menuntut agar KPK mempercepat proses penyelidikan dan mengusut tuntas kasus dana hibah DPRD Jatim.
Hingga saat ini, 21 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk beberapa pimpinan dan anggota DPRD Jatim serta sejumlah pengusaha yang diduga terlibat dalam praktik suap.
“Kami mendesak Ketua KPK RI untuk segera menyelesaikan kasus ini dengan adil dan transparan, karena korupsi dana hibah ini bukan kasus biasa—dampaknya sangat besar terhadap keuangan negara,” pungkas Aldo.
Langkah ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dalam proses pemilihan kepala daerah, terutama ketika melibatkan kandidat yang sedang berada dalam pusaran kasus hukum.
Partai politik diharapkan lebih selektif dan bertanggung jawab dalam memberikan dukungan kepada kandidat, demi menjaga kepercayaan publik dan kualitas demokrasi.
Komentar