Kemerdekaan dalam Bayang Aset yang Membusuk: Potret Kelalaian Pemkab Maluku Tenggara di Kei Besar Utara Timur

Malra, Kabarsulsel-Indonesia.com | Saat Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara (Pemkab Malra) gegap gempita merayakan HUT ke-79 Republik Indonesia, di pelosok Kei Besar Utara Timur, kemerdekaan seolah hanya angan-angan kosong.

Di tengah kemeriahan lomba dan pasar murah yang menelan dana puluhan juta rupiah, sebuah fakta pahit terkuak: Kantor Camat Kei Besar Utara Timur, simbol pelayanan publik, sudah lebih dari lima tahun terbengkalai—tanpa aktivitas, tanpa perbaikan, tanpa kepedulian.

Pemerintahan Mati Suri: Simbol Ketidakpedulian Pemerintah

“Kantor camat ini seperti ‘dinas kesetanan’, tempat berhuni makhluk halus, bukan manusia,” sindir FS, seorang pemuda Kei Besar Utara Timur, dengan nada sinis.

Bukan tanpa alasan. Bangunan tersebut rusak parah—95 persen tak layak pakai—dan kini menjadi simbol nyata dari kelalaian pemerintah terhadap warganya.

“Camat dan pegawai hanya datang jika ada acara tertentu, itu pun menumpang di rumah warga,” tambah FS, menegaskan parahnya kondisi pelayanan publik di wilayah itu.

Bayangkan, sebuah kecamatan yang seharusnya menjadi pusat pemerintahan malah berubah menjadi ‘kantor berjalan’. Masyarakat terpaksa menelan pil pahit dari pemerintah yang seolah buta dan tuli akan kebutuhan mereka. Lima tahun tanpa perbaikan atau langkah konkret, membuat warga merasa benar-benar dianaktirikan.

Aduan Warga yang Dibuang ke Tempat Sampah

Berulang kali warga mengadu, berulang kali pula suara mereka menguap begitu saja. Tak hanya warga biasa, bahkan seorang anggota DPRD Kota Tual, yang juga putra daerah Hollat, turut mempertanyakan kinerja pemerintah terkait kerusakan fasilitas publik yang begitu parah.

Penjabat Bupati Malra, Jasmono, sempat turun meninjau lokasi, namun tindak lanjut dari kunjungannya itu seolah hilang ditelan angin. Ini bukan hanya masalah bangunan, tetapi wajah nyata dari pemerintahan yang tidak berfungsi.

Ironi Kemerdekaan: Dana Hura-Hura, Warga Terlantar

Di saat rakyat Kei Besar Utara Timur terperangkap dalam ketidakberdayaan, Pemkab Malra justru sibuk menghamburkan anggaran untuk perayaan HUT RI.

Lomba gerak jalan dan pasar murah memang menyenangkan, namun di balik itu tersimpan ironi pedih: pemerintah lebih peduli pada hingar-bingar pesta daripada nasib rakyat di ujung wilayahnya. Rp50 juta untuk hajatan, namun nol rupiah untuk memperbaiki kantor camat yang rusak? Bagaimana mungkin ini disebut kemerdekaan?

Seorang warga, Pitter Reubun, menggambarkan kondisi ini dengan tajam di media sosial: “KEMERDEKAAN itu tidak ada artinya bagi KECAMATAN TERLANTAR DI TENGAH BELANTARA YANG DIBIARKAN SENGSARA DAN MERANA.”

Ungkapan ini bukan hanya kritik, tetapi tamparan keras bagi Pemkab Malra yang dengan terang-terangan mengabaikan wilayah yang menjadi bagian dari kedaulatan NKRI.

Kemerdekaan Sejati atau Ilusi?

Apakah ini yang disebut kemerdekaan? Ketika warga Kei Besar Utara Timur masih hidup dalam infrastruktur yang hancur dan pelayanan publik yang mati suri, sementara pemerintah sibuk berpesta?

FS dengan getir mengungkapkan, “Masyarakat Kei Besar Utara Timur adalah bagian dari NKRI, kami juga berhak merasakan kemerdekaan yang nyata, bukan hanya dongeng di hari perayaan.”

Sudah saatnya Pemkab Malra berhenti berpura-pura peduli dan mulai menunjukkan aksi nyata. Kantor camat yang terbengkalai selama lima tahun adalah wajah memalukan dari sebuah pemerintahan yang gagal melayani rakyatnya.

Jika mereka terus abai, maka Pemkab Malra akan dikenang sebagai pemerintah yang merayakan kemerdekaan di atas penderitaan rakyatnya sendiri.

Pesan untuk Pemerintah: Saatnya Bertindak, Bukan Sekadar Berjanji

Rakyat Kei Besar Utara Timur tidak butuh janji manis, mereka butuh tindakan nyata. Infrastruktur dan pelayanan publik adalah hak yang seharusnya diberikan tanpa kompromi. Jika Pemkab Malra tidak segera bertindak, maka kegagalan ini akan tercatat sebagai dosa besar terhadap rakyatnya sendiri.

Kemeriahan HUT RI hanya akan menjadi cermin dari kemunafikan jika di satu sisi pemerintah berpesta, sementara di sisi lain rakyatnya ditinggalkan.

Inilah saatnya Pemkab Malra bertanggung jawab dan memastikan bahwa kemerdekaan yang dirayakan benar-benar dirasakan oleh setiap warga, bahkan mereka yang berada di sudut paling terpencil.

Komentar